Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengembalian Aya Sofya Sebagai Masjid, Cara Turki Obati Luka Sejarah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Selasa, 20 Oktober 2020, 14:56 WIB
Pengembalian Aya Sofya Sebagai Masjid, Cara Turki Obati Luka Sejarah
Dutabesar Indonesia untuk Turki Dr. Lalu Muhammad Iqbal dalam Kuliah Umum Virtual FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/RMOL
rmol news logo Lantunan adzan kembali terdengar dari Hagia Sophia untuk pertama kalinya dalam 86 tahun terakhir pada pertengahan bulan Juli lalu, tepatnya setelah Turki memutuskan untuk secara resmi mengembalikan fungsi bangunan ikonik nan bersejarah itu sebagai masjid.

Sebelumnya, Hagia Sophia atau juga dikenal sebagai Aya Sofya itu difungsikan sebagai museum sejak tahun 1934. Pada saat itu, Aya Sofya menjadi museum lantaran keputusan dari Badan PBB UNESCO di bawah pendiri Republik Turki, Mustafa Kemal Ataturk.

Padahal, jika ditarik mundur ke belakang, bangunan ini dibangun pada abad keenam sebagai katedral namun kemudian dialihfungsikan sebagai masjid pada 1453 pada masa Kekaisaran Ottoman. Sejak saat itu, Aya Sofya kokoh berdiri sebagai masjid selama hampir 500 tahun lamanya.

Dutabesar Indonesia untuk Turki Dr. Lalu Muhammad Iqbal dalam Kuliah Umum Virtual FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bertajuk "Peran Indonesia dan Turki dalam Memajukan Demokrasi di Dunia Islam" yang digelar pada Selasa (20/10), menilai bahwa selama ini ada yang banyak yang menyalahartian bahwa langkah terbaru Turki untuk mengembalikan fungsi Aya Sofia sebagai masjid itu dimotivasi oleh agama.

"Banyak yang salah mengartikan bahwa langkah ini dimotivasi oleh agama. Bukan. Tapi motivasi sejarah," ujarnya.

"Aya Sofia sebagai sebuah masjid di masa lalu merupakan bentuk kedaulatan Turki. Namun kemudian perubahan Aya Sofia menjadi museum bukan murni keinginan Turki, tapi lebih karena pada saat itu ada tekanan yang muncul," sambungnya.

Pada saat itu, paparnya, Turki ingin diakui menjadi negara Balkan. Namun Yunani, yang pada saat itu posisinya lebih kuat daripada Turki, menekan Turki untuk mengubah fungsi Aya Sofia untuk bisa diterima sebagai negara Balkan.

Karena itulah Aya Sofia kemudian diubah oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi museum.

"Bagi Turki, itu adalah luka sejarah. Banyak warga Turki yang tidak terima fakta bahwa mereka bisa didikte oleh negara lain," sambung Dubes Lalu.

"Karena itulah kemudian diobati dengan mengembalikan Aya Sofia menjadi masjid," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA