Jurubicara Kementerian Digital, Putchapong Nodthaisong pada Selasa (20/10) mengatakan, penangguhan itu dilakukan karena Voice TV telah melanggar UU Kejahatan Komputer dengan mengunggah informasi palsu.
Sementara itu, dilaporkan
CNA, pemimpin redaksi Voice TV, Rittikorn Mahakhachabhorn mengatakan akan terus melakukan siaran sampai perintah pengadilan tiba.
"Kami bersikeras bahwa kami telah beroperasi berdasarkan prinsip jurnalistik dan kami akan melanjutkan pekerjaan kami sekarang," kata Mahakhachabhorn.
Selain Voice TV, pemerintah mengungkap, ada tiga media lainnya yang saat ini tengah diselidiki atas dugaan yang sama.
Sebagian Voice TV sendiri diketahui dimiliki oleh keluarga Shinawatra dari mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra dan saudara perempuannya, Yinluck. Shinawatra merupakan pemimpin yang digulingkan oleh Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha pada 2014 lalu. Keduanya kabur dari Thailand untuk menghindari kasus korupsi.
Sejak aksi protes berkecamuk di Thailand selama tiga bulan terakhir, pemerintah telah menyoroti publikasi berita yang dianggap mereka berusaha untuk memantik gelombang unjuk rasa.
Pada pekan lalu, pemerintah bahkan mengeluarkan status darurat dengan melarang publikasi berita yang memprovokasi, serta melarang pertemuan publik lebih dari lima orang.
Aksi protes yang sebagian besar dipimpin oleh mahasiswa berupaya untuk menuntut pengunduran diri Prayut, amandemen konstitusi, dan reformasi monarki.
Meski begitu, Prayut bersikeras tidak akan mundur untuk menanggapi protes.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: