Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sentimen Anti-Islam Meningkat Di Prancis Pasca Pembunuhan Samuel Paty, Macron Akan Tutup Aktivitas Kolektif Cheikh Yassine

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Kamis, 22 Oktober 2020, 06:34 WIB
Sentimen Anti-Islam Meningkat Di Prancis Pasca Pembunuhan Samuel Paty, Macron Akan Tutup Aktivitas Kolektif Cheikh Yassine
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyampaikan pidatonya di depan peti mati guru Samuel Paty yang terbunuh dalam acara peringatan nasional, di Paris, Prancis, Rabu 21 Oktober 2020/Net
rmol news logo Sentimen Anti-Islam kembali menggema di Prancis pasca tragedi pembunuhan Samuel Paty, seorang guru yang dipenggal kepalanya oleh pemuda Muslim asal Chechnya pekan lalu.

Dua wanita Muslim dilaporkan menjadi korban terbaru dari meningkatnya sentimen anti-Islam tersebut. Menurut informasi keduanya ditikam berulang kali oleh seseorang di bawah Menara Eiffel di Paris.

Insiden itu menyusul kebijakan Presiden Emmanuel Macron yang dianggap sangat memecah belah karena menargetkan komunitas Muslim melalui tindakan keras yang diperpanjang di masjid dan organisasi Muslim.
Para korban diidentifikasi sebagai Muslim Aljazair yang bernama Kenza 49 tahun dan Amel yang berusia beberapa tahun lebih muda. Serangan tersebut menyebabkan satu korban dengan paru-paru tertusuk setelah ditikam enam kali dan wanita lainnya membutuhkan operasi pada tangannya.

Polisi Prancis telah menangkap dua tersangka wanita dalam insiden tersebut. Mereka digambarkan sebagai wanita kulit putih dengan penampilan Eropa, keduanya kini menghadapi tuduhan percobaan pembunuhan, seperti dikutip dari Daily Sabah, Rabu (21/10).

Sementara itu, di tengah ketegangan yang terus meningkat Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan pada Rabu (21/10) bahwa dia telah meminta pihak berwenang setempat untuk menempatkan masjid di kota Bordeaux dan Beziers di barat daya Prancis di bawah perlindungan polisi menyusul ancaman atau tindakan kekerasan.

Radio France Bleu melaporkan di situsnya pada Selasa (20/10) malam waktu setempat bahwa para pemimpin Masjid Ar-Rahma di Beziers telah mengajukan pengaduan ke polisi menyusul pesan kebencian di Facebook, termasuk seruan untuk membakar masjid.

Pada hari Selasa, seorang anggota parlemen Prancis memperingatkan terhadap iklim kebencian anti-Muslim yang mengakar dan kecurigaan umum terhadap Muslim di negara itu pasca pembunuhan Samuel Paty.

Adrien Quatennens, anggota parlemen Partai LFI yang berasal dari Departemen Nord, muncul di televisi France Info. Di televisi dia menyerukan persatuan dalam perang melawan terorisme. Dia mengatakan bahwa dirinya yakin tujuan teroris adalah untuk memecah belah masyarakat Prancis dan menempatkan perpecahan antara Muslim dan penduduk lainnya.

Pada saat yang sama, Quatennens menyadari pentingnya berjuang untuk mencapai tujuan ini.

"Karena itu, perpecahan ini harus ditolak. Kita harus memerangi terorisme Islam, tetapi tidak memiliki logika kecurigaan umum," tambahnya.

Samuel Paty, seorang ayah berusia 47 tahun yang mengajar sejarah dan geografi di Bois-d'Aulne College di Conflans-Sainte-Honorine di Yvelines utara ibu kota, dipenggal pada hari Jumat. Guru itu, dalam salah satu kelasnya tentang kebebasan berekspresi, telah menunjukkan kartun kontroversial yang menggambarkan Nabi Muhammad, menurut laporan tersebut.

Para pemimpin Muslim di seluruh Prancis mengutuk pembunuhan itu, menekankan bahwa ekstremis menyalahgunakan agama untuk tujuan mereka dan tindakan mereka tidak dapat dibenarkan dalam ajaran Islam. Para pemimpin masyarakat juga menyatakan keprihatinan mereka dengan mengatakan bahwa serangan baru-baru ini akan kembali menstigmatisasi Muslim Prancis dan meningkatkan pandangan anti-Islam.

Namun, Macron, yang sebelumnya mendefinisikan Islam sebagai agama 'dalam krisis',  meluncurkan undang-undang baru yang dipandang sebagai 'memusihi Islam'. 

Menyusul pembunuhan guru tersebut, Macron mengatakan pada Selasa bahwa mereka akan menutup kegiatan 'Kolektif Cheikh Yassine', yang selama ini mendukung perjuangan Palestina. Penutupan itu juga akan disusul beberapa organisasi Muslim non pemerintah lainnya.

Prancis memiliki minoritas Muslim terbesar di Eropa, dengan perkiraan 5 juta atau lebih dari populasi 67 juta. Sejak pelantikan Macron sebagai presiden pada tahun 2017, Prancis telah menjadi negara yang kurang liberal bagi umat Islam. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA