Berbicara dalam konferensi video pada Kamis (22/10), Putin mengatakan pembangunan aliansi seperti itu tidak menjadi pertimbangan saat ini, namun juga tidak dapat dikesampingkan.
"Kami selalu berasumsi bahwa hubungan kami telah mencapai tingkat interaksi dan kepercayaan yang pada umumnya kami tidak membutuhkannya, tetapi secara teori, sangat mungkin membayangkan (aliansi militer) ini," kata Putin, seperti dikutip
Anadolu Agency.
"Bagaimana itu akan berkembang lebih jauh, kehidupan akan menunjukkan. Kami tidak menetapkan tugas seperti itu untuk diri kami sendiri sekarang, tetapi pada prinsipnya, kami tidak akan mengesampingkannya. Kami akan lihat," lanjutnya.
Beralih ke kemungkinan bergabungnya China dalam Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis (START) antara Rusia dan AS, Putin mengatakan Rusia mendukung gagasan itu. Meski begitu, ia menyerahkan kendali pada Washington sebagai penggagas.
Putin juga mencatat bahwa pakta tersebut menyarankan untuk membekukan pertumbuhan persenjataan nuklir dalam batas-batas yang ditentukan, tetapi saat ini, kemampuan China jauh lebih kecil dari batas tersebut dan hanya dapat "membekukan ketidaksetaraan."
Dia juga menekankan bahwa tidak hanya China yang harus menandatangani perjanjian tetapi juga negara-negara nuklir lainnya, termasuk yang tidak memiliki status resmi tenaga nuklir.
Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis pertama, START I, ditandatangani pada 1991 antara AS dan Uni Soviet, berlaku pada 1994.
Perjanjian New START, yang ditandatangani pada 2010 oleh mantan Presiden AS Barack Obama dan Presiden Rusia Dmitry Medvedev, menetapkan batas tidak lebih dari 1.550 hulu ledak yang dikerahkan dan 700 rudal, termasuk inspeksi untuk memverifikasi kepatuhan terhadap kesepakatan tersebut.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: