Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

PM Armenia: Turki Adalah Pemicu Utama Perang Di Nagorno-Karabakh

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Sabtu, 31 Oktober 2020, 13:25 WIB
PM Armenia: Turki Adalah Pemicu Utama Perang Di Nagorno-Karabakh
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan/Net
rmol news logo Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengatakan dengan tegas bahwa Turki adalah pemicu utama perang di Nagorno-Karabakh. Perang di perbatasan Armenia dan Azerbaijan itu sebenarnya tidak sepanjang seperti yang terjadi sekarang.

"Turki mengangkut tentara bayaran, teroris dari Suriah, dan mentransfer sebagian dari angkatan bersenjatanya ke Azerbaijan. Termasuk peralatan militer, kelompok bersenjata dari Pakistan, yang telah menetapkan tujuan untuk menguasai Nagorno-Karabakh melalui serangan kilat," terang Pashinyan dalam wawancaranya bersama media-media Eropa.

Pashinyan menekankan Nagorno-Karabakh terus bertahan dari serangan itu. Orang-orang Armenia di Nagorno-Karabakh terus memperjuangkan hak-hak mereka yang sah.

Bagi Pashinyan, perang di Nagorno-Karabakh bukanlah sengketa teritorial melainkan sengketa hukum. Orang Armenia telah tinggal di Nagorno-Karabakh selama beberapa milenium. Mereka telah menjadi mayoritas selama itu.

"Ada warisan budaya Armenia yang sangat besar di Nagorno-Karabakh: sebuah gereja Armenia abad ke-5, ke-8, ke-10, dan ke-13," terang Pashinyan, seperti dikutip dari Armen Press, Jumat(30/10). Bahkan, sekolah Armenia pertama didirikan di Nagorno-Karabakh.
"Perang di Nagorno-Karabakh pada tahap ini, merekam kebijakan kekaisaran Turki, karena saya menganggap penting untuk menyatakan bahwa masalah tersebut kini telah melampaui logika dan kerangka kerja masalah Nagorno-Karabakh," kata Pashinyan.

Menegaskan bahwa Turki datang bukan untuk mendukung Azerbaijan dalam penyelesaian konflik Nagorno-Karabakh, tetapi justru untuk melanjutkan kebijakan kekaisarannya.

"Dan yang terjadi di sini adalah kelanjutan dari kebijakan yang telah ditempuh Turki di Mediterania, terkait Yunani, Siprus, Libya, Suriah, dan Irak. Dan sekali lagi, catatan saya adalah bahwa ini adalah kebijakan kekaisaran, karena pada kenyataannya orang-orang Armenia di Kaukasus Selatan adalah penghalang terakhir bagi Turki untuk meluaskan kebijakan kekaisarannya ke utara, timur, dan tenggara," jelas Pashinyan.

"Pandangan saya tetap sama. Jika masyarakat Barat gagal menilai tindakan Turki secara memadai, mereka harus menemuinya di Wina dalam waktu dekat," ucapnya.

Saat ditanya, harapan apa yang diinginkannya dari pihak Uni Eropa di Wina, Pashinyan menegaskan bahwa sejauh ini sebenarnya menaruh harapannya pada sumber daya negaranya sendiri. Paling tidak, terhadap negara-negara yang terikat oleh komitmen timbal balik dengan Armenia.

"Saya harus mementingkan keamanan Yerevan, Armenia, dan orang-orang Armenia. Keamanan Wina sendiri tidak ada dalam logika kerja saya. Saya hanya dapat memperingatkan Anda terhadap ancaman yang akan segera terjadi."

Pashinyan mengatakan, Eropa telah hidup dalam kemakmuran selama sekitar 60 tahun, dan kemakmuran mencegah orang untuk memperhatikan perang yang sedang terjadi di Eropa saat ini. Orang yang makmur cenderung dibimbing oleh 'logika angan-angan'.

Perang apa yang Anda maksud yang sedang terjadi sekarang di Eropa? Salah satu media bertanya.

"Lihat apa yang terjadi di Prancis? Lihat nada bicara Presiden Turki tentang Presiden Prancis?" ujar Pashinyan. "Pernahkah Anda bertanya-tanya presiden atau pejabat mana dari negara mana pun yang dapat, misalnya, berbicara dengan Presiden Prancis dengan logika itu? Siapa yang bisa membayangkan itu 15 tahun yang lalu?"

Turki dan Prancis telah memanas sejak beberapa bulan belakangan, disusul dengan pernyataan Presiden Macron bahwa Islam sedang dalam krisis kemudian adanya tragedi serangan yang terjadi di Prancis.

"Ya, orang-orang dipenggal kepalanya di jalan-jalan Eropa, orang-orang senang karena mereka belum dipenggal. Saya menyebutnya mekanisme genosida. Jika saat ini kepala seseorang tidak dipotong, bukan berarti hal yang sama tidak akan terjadi lain kali," ujar Pashinyan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA