Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lewat Surat Presiden Palestina Protes Keras Rencana Malawi Buka Misi Diplomatik Di Yerussalem

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Kamis, 05 November 2020, 08:44 WIB
Lewat Surat Presiden Palestina Protes Keras Rencana Malawi Buka Misi Diplomatik Di Yerussalem
Presiden Palestina Mahmoud Abbas/Net
rmol news logo Rencana Malawi untuk membuka kedutaan besar di Yerusalem mendapat protes keras dari pemerintah Palestina.

Utusan khusus Presiden Palestina, Hanan Jarrar, tiba di Malawi pada Rabu (4/11) waktu setempat, untuk menyerahkan surat protes dari Presiden Palestina Mahmoud Abbas atas niat negara Afrika Timur itu untuk membuka kedutaan besarnya di Yerusalem.

"Setiap langkah yang diambil untuk mendirikan misi diplomatik di Yerusalem merupakan pelanggaran resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang relevan," kata Jarrar dalam sebuah pernyataan pada saat kedatangannya, seperti dikutip dari Anadolu Agency, Rabu (4/11).

Surat itu akan diserahkan langsung kepada Presiden Malawi yang baru terpilih Lazarus McCarthy Chakwera, yang mengumumkan setelah pemilihan pada bulan Juni tahun ini, bahwa ia akan mendirikan misi diplomatik dengan Israel di Yerusalem.

Menteri Luar Negeri Malawi Eisenhower Mkaka pada hari Selasa (3/11) mengatakan negara selatan timur itu akan membuka kedutaan penuh untuk Israel di Yerusalem pada musim panas 2021.

Jika benar terjadi, Malawi akan menjadi negara Afrika pertama yang melakukannya.

Mkaka, yang saat ini sedang berkunjung ke Israel, menyebut keputusan itu sebagai "langkah berani dan signifikan".

Namun utusan Palestina itu mengatakan Yerusalem masih merupakan wilayah yang disengketakan dan meminta semua negara "yang telah membentuk misi diplomatik di Yerusalem untuk menarik misi semacam itu dari Kota Suci".

Jarrar mengatakan Resolusi Dewan Keamanan PBB 476 (1980), yang baru-baru ini ditegaskan kembali oleh Resolusi 2334 (2016), tidak mengakui tindakan apa pun yang berupaya mengubah karakter dan status Yerusalem.

"Di bawah hukum internasional, Yerusalem Timur [termasuk Kota Tua dan situs sucinya] secara hukum bukan bagian dari Israel," kata Jarrar.

"Sejak berdirinya Israel pada tahun 1948, AS dan komunitas internasional telah menolak untuk mengakui kedaulatan negara mana pun di bagian mana pun dari Yerusalem karena tidak adanya perjanjian perdamaian Arab-Israel yang permanen," ungkapnya.

Anggota oposisi parlemen Malawi baru-baru ini juga menyuarakan keprihatinan tentang pembukaan kedutaan besar di Yerusalem, tetapi Presiden Chakwera - mantan pengkhotbah - telah bergerak tegas.

Chakwera membenarkan keputusan kebijakan luar negerinya, dengan mengatakan bahwa itu bukan hal baru di Malawi, karena selama rezim satu partai pendiri Presiden Hastings Kamuzu Banda, negara itu juga memiliki hubungan diplomatik dengan Israel hingga tahun 1994.

Keputusan Chakwera mengikuti keputusan Presiden AS Donald Trump, yang pada Desember 2017 - melanggar praktik diplomatik yang sudah berlangsung lama - mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan AS ke kota itu pada Mei tahun ini.

Israel menganggap Kota Suci sebagai ibu kota abadi, tetapi Palestina menginginkan Yerusalem Timur, yang direbut dalam perang Timur Tengah tahun 1967, sebagai bagian dari negara masa depan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA