Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Diamnya Vladimir Putin Dan Xi Jinping Atas Kemenangan Joe Biden, Berbicara Banyak Hal

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Senin, 09 November 2020, 22:50 WIB
Diamnya Vladimir Putin Dan Xi Jinping Atas Kemenangan Joe Biden, Berbicara Banyak Hal
Xi Jinping dan Vladmir Putin belum memberikan ucapan selamat atas kemanangan Joe Biden dalam pilpres Amerika Serikat/Net
rmol news logo Joe Biden kebanjiran ucapan selamat setelah jaringan media utama yang memantau ketat perhitungan suara di pemilu presiden Amerika Serikat menyatakan bahwa Biden berhasil melampaui 270 suara elektoral yang dibutuhkan untuk memenangkan pemilu.

Sejak pengumuman itu, banyak pemimpin negara atau tokoh terkemuka dunia menyampaikan ucapan selamat kepada Biden yang akan mengemban tugas sebagai presiden Amerika Serikat ke-46 bersama dengan Kamala Harris sebagai wakil presiden.

Namun sebenarnya, di sisi lain, publik dunia juga masih menantikan ucapan selamat dilontarkan dari Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping, dua tokoh pemimpin dunia yang sangat berpengaruh dalam hubungan global dengan Amerika Serikat.

Hingga Senin (9/11), belum ada keterangan resmi dari pemimpin Rusia maupun China yang menyebut bahwa mereka memberikan selamat atas terpilihnya Biden sebagai presiden Amerika Serikat berikutnya menggantikan Donald Trump.

Diamnya para pemimpin ini, menurut sejumlah pakar, justru berbicara banyak tentang jenis hubungan yang mereka antisipasi dengan pemerintahan baru di Amerika Serikat.

Vladimir Putin

Pada tahun 2016, Kremlin cekatan dalam memberi selamat kepada Presiden Donald Trump beberapa jam setelah dia dinyatakan menang pemilu. Namun hal serupa tidak terlihat dalam pemilu kali ini, saat Biden mengalahkan Trump.

Putin belum menyampaikan pesan yang sama kepada Biden.

Pada hari Senin (9/11), juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, Rusia akan menunggu hasil resmi pemilihan sebelum mengomentari hasilnya.

Jika menengok sedikit ke belakang, selama masa kepresidenannya, Trump dalam beberapa kali kesempatan pernah melontarkan pujian terhadap Putin. Hal ini tidak jarang memicu kecurigaan publik atas kemungkinan hubungan kampanyenya dengan campur tangan Rusia dalam pilpres tahun 2016 lalu.

Sejumlah pengamat menilai, hubungan nyaman yang sama tidak dapat diharapkan Rusia dari Biden. Pasalnya, selama masa kampanyenya, Biden dengan keras berjanji untuk memperlakukan campur tangan asing sebagai tindakan permusuhan.

"Biden akan bekerja keras dengan mitra dan sekutu untuk mendorong kembali apa pun yang Rusia rencanakan, apakah itu mencoba membunuh warga Rusia di luar negeri, atau membunuh pemimpin oposisi mereka sendiri seperti dugaan upaya dengan (Alexey) Navalny di Siberia, atau aktivitas di Suriah, Krimea, dan lain sebagainya," kata direktur jenderal Royal United Services Institute, Karin Von Hippel.

"Jadi saya pikir dia (Putin) tahu bahwa akan ada lebih banyak upaya untuk mencoba menahan Rusia," sambungnya, seperti dikabarkan CNN.

Dia menilai, Biden akan menandai perubahan langkah signifikan bagi Rusia. Indikasinya terlihat dalam beberapa kesempatan terakhir.

Misalnya ketika pada akhir Oktober lalu, Biden menyebut Rusia sebagai "ancaman utama" bagi keamanan nasional Amerika Serikat, selama wawancara dengan 60 Minutes di CBS.

Juru bicara Kremlin Peskov menanggapi pernyataan itu dengan mengatakan bahwa Rusia tidak setuju dengan pernyataan Biden, dan retorika semacam itu memperkuat kebencian terhadap Rusia.

Xi Jinping

Hal serupa juga dilakukan oleh Xi Jinping. Hingga saat ini belum ada pernyataan atau ucapan selamat terkait dengan kemenangan Joe Biden dari kantor Xi.

Padahal, pada pilpres 2016 lalu, bahkan setelah retorikanya yang kasar terhadap China, Trump diberi selamat atas kemenangannya oleh Presiden Xi Jinping, yang menyerukan hubungan China-Amerika Serikat yang sehat dan stabil untuk bergerak maju.

Semasa pemerintah Trump pun, meski diwarnai oleh retorika dan perdang dagang antara dua negara tersebut, namun tidak bisa hilang di ingatan publik saat Trump dan Xi tampak akrab saat bertemu di resor Mar-a-Lago Trump di Florida atau saat kunjungan Trump ke Beijing.

Meski beberapa waktu belakangan hubungan Amerika Serikat dan China semakin bersitegang, terutama pasca pandei Covid-19, namun Xi juga memilih untuk tetap bungkam sejauh ini dan belum memberikan sambutan atau komentar atas terpilihnya Biden.

Von Hippel menilai, tidak sulit untuk melihat mengapa Beijing ragu-ragu dalam memberikan selamat kepada Biden. Pasalnya, Biden telah menyombongkan kemampuannya untuk menghadapi China dengan cara yang berbeda dengan Trump.

Selain itu, sambungnya, China juga mungkin merasa tidak berkewajiban untuk berkompromi dengan Amerika Serikat di bawah pemerintahan baru.

"Meskipun Biden akan bersikap keras terhadap China, dan akan bekerja dengan mitra dan sekutu untuk memiliki kebijakan China yang terpadu, platformnya mengatakan kami akan bekerja dengan China di area yang memiliki kepentingan bersama, apakah itu perubahan iklim atau Korea Utara. Dan kemudian mereka Akan mendorong kembali di daerah lain," jelas Von Hippel.

"Jadi akan lebih bernuansa, tapi saya pikir itu akan lebih baik untuk China karena tidak akan begitu tidak menentu dan ad hoc seperti Trump," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA