Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengamat: Pemenang Perang Nagorno-Karabakh Bukan Cuma Azerbaijan, Tapi Juga Rusia dan Turki

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 16 November 2020, 10:52 WIB
Pengamat: Pemenang Perang Nagorno-Karabakh Bukan Cuma Azerbaijan, Tapi Juga Rusia dan Turki
Ilustrasi/Net
rmol news logo Ketika Azerbaijan berhasil merebut kota strategis yang bersejarah, Shusha (atau sebagian menyebutnya Shushi), itu menjadi pukulan telak bagi Armenia yang kehilangan kendali atas wilayah Nagorno-Karabakh.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa
 
Beberapa distrik lainnya di wilayah itu juga harus berpindah ke tangan Azerbaijan sebagai bagian dari kesepakatan genjatan senjata, yang bagi Perdana Menteri Nikol Pashinyan itu  merupakan kekalahan yang memalukan setelah berminggu-minggu sebelumnya selalu mengklaim bahwa kemenangan sudah di depan mata.

Pashinyan langsung menjadi sasaran kemarahan warga Armenia. Aksi protes di Yerevan memuncak memintanya mundur segera. Armenia yang malang, usai perang dan mengalami kekalahan masih harus menerima protes keras warga yang mengerikan.  

Massa menggeledah kantor parlemen. Juru bicara parlemen Armenia dipukuli dan berlumuran darah yang kemudian diposting ke media sosial dibarengi teriakan; Nikol mengkhianati kami!

Profesor Volkan Ozdemir, Direktur Platform Asia-Turki- Eropa, mengatakan kesepakatan trilateral antara Rusia, Armenia, dan Azerbaijan, sudah diprediksi sebelumnya.

Sejak awal, Rusia secara diplomatis mengamati posisi 'obyektif', kata Ozdemir kepada TRT World. Sangat memungkinkan bahwa Moskow mempertahankan saluran komunikasi terbuka dengan kedua belah pihak.

Sebagai bagian dari kesepakatan itu, Rusia pada akhirnya akan mengerahkan ribuan tentara di Karabakh untuk menjaga koridor Lachin, yang merupakan arteri utama yang digunakan Armenia untuk mengendalikan wilayah tersebut dan juga terkait dengan kota utama Stepanakert di Karabakh.

Sebagai gantinya, Armenia harus menyepakati wilayah yang menghubungkan Republik Otonomi Azeri Nakhchivan, di perbatasan Armenia, dijaga ketat oleh penjaga perdamaian Rusia.

Turki, meski bukan bagian dari negosiasi, menyambut kesepakatan itu sebagai kunci sukses dan dia masih bisa mengambil perannya di lapangan.

"Turki, setelah berkonsultasi dengan Rusia, harus bergabung dengan pasukan penjaga perdamaian di Karabakh," tambah Ozdemir.

Namun, gencatan senjata yang ditengahi oleh Rusia itu sesungguhnya dilakukan di luar naungan Grup Minsk yang didirikan setelah gencatan senjata tahun 1994 antara Armenia dan Azerbaijan.

Dipimpin oleh Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat, pengelompokan tersebut telah gagal menghasilkan hasil konkret apa pun atas konflik tersebut.

Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev telah secara terbuka melontarkan gagasan bahwa Turki harus menjadi salah satu presiden Grup Minsk, karena melihat organisasi itu tidak mewakili kepentingan Baku.

“Kelompok Minsk tidak berfungsi,” kata Ozdemir.

Kesepakatan yang dibuat Rusia itu bisa dikatakan akhir dari fungsi Grup Minsk, menurut Ozdemir.

Meskipun implementasi teknis dari perjanjian tersebut belum sepenuhnya digariskan, namun disebutkan bahwa selambatnya pada tanggal 1 Desember, Armenia harus mundur dari distrik Kalbajar, Aghdam, Qazakh dan Lachin.

Rauf Mammadov, seorang sarjana di Middle East Institute di Washington, mengatakan pencapaian diplomatik Baku adalah implementasi resolusi PBB tanpa pertumpahan darah lebih lanjut.

Rusia juga menjadi pemenang yang sangat menonjol dalam proses kesepakatan tersebut, kata Mammadov.

"Kesepakatan itu akhirnya bisa mencapai 'kehadiran militer di Karabakh', dan misi berlangsung hingga satu dekade sesuai dengan perjanjian. Peran Rusia akan menjadi langgeng sebagai satu-satunya penengah konflik dan potensi masalah di Kaukasus Selatan," katanya.

Meskipun peran Turki belum jelas dalam misi penjaga perdamaian ini, Mammadov memandang Turki juga mendapat kemenangan besar, mengingat pentingnya posisi Azerbaijan, khususnya Karabakh, bagi rakyat Turki.

“Untuk menyelesaikan konflik yang membekukan ini, diperlukan solusi militer dan prasyarat dan tentara Azerbaijan memenangkan perang. Fase pertama dari konflik ini telah tercapai, sekarang diplomasi adalah tahap kedua dalam proses ini, ”kata Ozdemir.

Ke depan, orang-orang Armenia di Karabakh harus menerima 'otonomi budaya' yang diperlukan, namun Azerbaijan tidak boleh mengizinkan Armenia memiliki 'status hukum' di Karabakh, tambah Ozdemir, yang akan secara efektif mengkristalisasi kehadiran Yerevan di wilayah tersebut.

Menurut Ozdemir, “Bagi Turki dan Azerbaijan konflik ini merupakan kemenangan strategis. Untuk pertama kalinya konflik ini diselesaikan untuk kepentingan Azerbaijan. Rusia juga menjadi pemenang dengan menunjukkan bahwa hanya pihaknya yang dapat menyelesaikan masalah antara kedua belah pihak. "

Perdana Menteri Armenia yang sekarang terkepung sedang berjuang untuk posisi politiknya dengan seruan agar pengunduran dirinya meningkat. Ini pada akhirnya dapat membahayakan perjanjian gencatan senjata. Tetapi untuk saat ini, Baku dapat mengandalkan konsesi yang diberikan oleh Pashinyan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA