Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dua CEO Besar Facebook Dan Twitter Menghadapi Teguran Senat AS Atas Disinformasi Pilpres

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Rabu, 18 November 2020, 13:12 WIB
Dua CEO Besar Facebook Dan Twitter Menghadapi Teguran Senat AS Atas Disinformasi Pilpres
CEO Facebook, Mark Zuckerberg/Net
rmol news logo Perusahaan teknologi di AS perlu bertanggung jawab secara hukum atas konten di situs mereka. Kepala eksekutif Facebook dan Twitter diminta untuk menjabarkan penanganan mereka terhadap informasi pemilihan AS dalam pertemuan terbaru dengan senat AS, Selasa (17/11).

Partai Republik dan Demokrat berpendapat bahwa platform tersebut mestinya juga kut menjaga informasi yang terkait dengan pilpres AS, baik sesuah maupun sebelum pemilihan, seperti dikutip dari The Guardian.

Demokrat mempertanyakan apakah langkah-langkah yang diambil untuk menandai postingan Presiden Donald Trump tentang kecurangan pemilu sudah cukup efektif.

Partai Republik juga menyuarakan keprihatinan mereka sendiri. Mereka mengatakan perusahaan media sosial mengambil keputusan editorial tentang apa yang harus dihapus, diberi label, atau tidak diubah. Suda mirip seperti penerbit, kata mereka.

Anggota Komite Kehakiman Republik bahkan bertanya apakah perusahaan teknologi harus mengambil tindakan seperti itu.

"Undang-undang federal memberi Anda kemampuan untuk berdiri dan tumbuh tanpa terkena tuntutan hukum," kata Senator Republik Blackburn, seperti dikutip dari BBC. "Kamu telah menggunakan kekuatan ini."

Ini adalah untuk yang kedua kalinya CEO Facebook dan Twitter menghadap senat. Namun, baik Facebook maupun Twitter mengatakan bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas hal-hal ilegal atau menyinggung yang diposting pengguna.

Kedua pfatform juga ditanyai langkah-langkah terkait berita tentang pemblokiran penyelidikan kontroversial New York Post terhadap putra Joe Biden, Hunter.

Dikatakan bahwa platform tersebut umumnya tidak bertanggung jawab atas hal-hal ilegal atau menyinggung yang diposting pengguna pada mereka.

Presiden terpilih Biden telah menyarankan peraturan itu harus "dicabut" karena mendorong penyebaran kebohongan.

Sementara, CEO Facebook, Mark Zuckerberg, menggunakan kesempatan itu untuk menantang klaim baru-baru ini oleh Demokrat bahwa Facebook lambat dalam menghapus postingan yang mempromosikan pemberontakan dan kekerasan.

"Kami memperkuat penegakan hukum kami terhadap milisi dan jaringan konspirasi seperti QAnon untuk mencegah mereka menggunakan jaringan kami untuk mengatur kekerasan atau kerusuhan sipil," kata Zuckerberg. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA