Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Konflik Di Tigray, PBB: Setiap Hari Empat Ribu Orang Melarikan Diri Karena Ketakutan, Ethiopia Alami Krisis Kemanusiaan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Rabu, 18 November 2020, 13:34 WIB
Konflik Di Tigray, PBB: Setiap Hari Empat Ribu Orang Melarikan Diri Karena Ketakutan, Ethiopia Alami Krisis Kemanusiaan
Pengungsi Ethiopia mendirikan tenda dalam pelariannya menuju Sudan/Net
rmol news logo Krisis kemanusiaan skala besar sedang berlangsung di Ethiopia utara. Setap harinya, ribuan orang melarikan diri dari konflik di wilayah Tigray. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan laporan itu datang dari para diplomat dan pejabat kemanusiaan tentang pertempuran sengit di Tigray utara dan selatan yang membuat orang-orang ketakutan.

Pasukan federal telah mengklaim 'kemenangan besar'. Berita simpang-siur membuat pemerintah akhirnya memadamkan komunikasi, menjadikan wilayah Tigray kehilangan banyak informasi yang dibutuhkan.

Perdana Menteri Abiy Ahmed, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian tahun lalu, mengumumkan bahwa kampanye militer di Tigray pada 4 November lalu adalah pembalasan atas serangan oleh partai penguasa setempat, Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), di kamp-kamp militer federal.

Sekitar 27 ribu orang Ethiopia telah melarikan diri melintasi perbatasan ke Sudan, dan setiap harinya ada empat ribu orang yang mengungsi demi keamanan mereka dan keluarga.

"Krisis kemanusiaan skala penuh sedang berlangsung," kata juru bicara UNHCR, Babar Baloch, dalam jumpa pers virtual dari Jenewa, seperti dikutip dari Independent.

"Pengungsi yang melarikan diri dari wilayah konflik terus berdatangan. Mereka nampak  kelelahan dari perjalanan panjang menuju tempat aman, dengan sedikit barang yang dibawa."

“Orang-orang yang kabur dari Ethiopia benar-benar ketakutan. Mereka melarikan diri dari pertempuran sengit dan tidak ada tanda-tanda pertempuran akan berhenti,” katanya.

Para pengungsi tiba di Sudan dan menceritakan pemandangan yang mengerikan dari serangan artileri dan pembantaian.

"Saya melihat mayat terpotong-potong oleh ledakan," kata Ganet Gazerdier, 75, yang rumahnya hancur di kota Humera, dan menemukan dirinya di kamp pengungsi di Sudan timur, seperti dikutip dari AP.

"Mayat lain membusuk, tergeletak di jalan, dibunuh dengan pisau", tambahnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA