Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengatakan pada Minggu (29/11) selain kekurangan pasokan obat-obatan, rumah sakit itu juga tidak memiliki persediaan kantong jenazah untuk korban yang tewas dalam kerusuhan beberapa hari lalu.
Ambulans Palang Merah Ethiopia telah membawa "orang yang terluka dan meninggal" ke Rumah Sakit Rujukan Ayder.
Pada kunjungan ke rumah sakit itu, staf ICRC menemukan bahwa 80 persen pasien menderita cedera trauma, menambahkan bahwa layanan lain harus ditangguhkan sehingga staf dan sumber daya yang terbatas dapat dikhususkan untuk perawatan medis darurat.
"Rumah sakit kekurangan jahitan, antibiotik, antikoagulan, obat penghilang rasa sakit, dan bahkan sarung tangan," kata kepala ICRC di Ethiopia Maria Soledad.
Namun, ICRC tidak memberikan angka berapa pun yang terluka atau tewas. Juga tidak disebutkan apakah korban adalah warga sipil atau personel militer.
ICRC dalam sebuah pernyataan mengatakan, situasi di kota berpenduduk 500 ribu orang itu telah 'tenang' pada hari Minggu. Tetapi pemimpin Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) bersumpah untuk terus berjuang, dalam sebuah pernyataan kepada
Reuters, Minggu (29.11).
Pada Sabtu (28/11), Perdana Menteri Abiy Ahmed mengatakan bahwa pasukan federal telah menguasai kota. Dia menggambarkan langkah itu sebagai 'fase terakhir' dalam konflik selama tiga minggu dengan TPLF.
"Saya senang mengatakan, bahwa kami telah menyelesaikan dan menghentikan operasi militer di wilayah Tigray," katanya.
Tentaranya telah membebaskan ribuan tentara yang ditangkap oleh TPLF dan mengendalikan bandara dan kantor regional, dengan mengatakan bahwa operasi tersebut dilakukan dengan hati-hati terhadap warga.
Perdana menteri secara konsisten menggambarkan kepemimpinan TPLF sebagai tindakan kriminal. Dia meyakinkan bahwa aparat berwenang akan membawa mereka ke pengadilan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: