Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Senator Boyer Diserang Mantan Diplomat Araud Dan Didier Karena Pernyataan Dukungannya Untuk Nagorno-Karabakh

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 30 November 2020, 16:57 WIB
Senator Boyer Diserang Mantan Diplomat Araud Dan Didier Karena Pernyataan Dukungannya Untuk Nagorno-Karabakh
Senator Valerie Boyer/Net
rmol news logo Mantan duta besar Prancis untuk Israel Gerard Araud, dan Wakil Direktur Jenderal Institut Prancis untuk Urusan Internasional dan Strategis (IRIS) Didier Billion, mengkritik Senator Valerie Boyer atas pernyataannya baru-baru ini tentang Nagorno-Karabakh.

Keduanya mengkritik keras pernyataan Boyer itu karena dianggap mengeksploitasi masalah Nagorno-Karabakh dengan memberikan sanksi kepada Turki dan memutarbalikkan kebenaran tentang masalah tersebut.

"Senat Prancis bangga mengakui Nagorno-Karabakh dan menuntut sanksi terhadap Turki dan Azerbaijan," kata Boyer di Twitter.

Araud mengatakan keputusan senat telah mendiskualifikasi Prancis sebagai mediator dalam konflik internasional karena ada alasan khusus, yaitu bahwa keputusan yang diambil Prancis selalu bertentangan dengan kepentingan nasional, dikutip dari Daily Sabah.

Billion sepakat dengan pernyataan Araud dan mengatakan keputusan senat adalah kesalahan besar, ketidaktahuan hukum internasional, distorsi fakta, dan pengakuan atas kelemahan.

Penerapan resolusi Prancis untuk mengakui kemerdekaan wilayah Nagorno-Karabakh menuai kecaman keras dari Ankara dan Baku karena mengabaikan hukum internasional serta keputusan PBB.

Resolusi simbolis tidak berarti pemerintah Prancis akan mengakui Nagorno-Karabakh yang berdaulat, melainkan hanya bertanda sebagai dukungan kepada komunitas besar Armenia di Prancis, menurut kedua pejabat itu.

Sejauh ini, tidak ada negara yang mengakui wilayah tersebut - yang telah diperselisihkan oleh Armenia dan Azerbaijan selama beberapa dekade - sebagai wilayah merdeka.

Resolusi Prancis menyerukan kepada pemerintah untuk "mengakui Republik Nagorno-Karabakh dan menggunakan pengakuan ini sebagai instrumen negosiasi untuk pembentukan perdamaian yang berkelanjutan." Ia juga meminta pemerintah untuk mengejar tanggapan Eropa yang lebih keras terhadap Turki, yang telah mendukung Azerbaijan dalam konflik tersebut.

Bentrokan baru meletus pada 27 September berlanjut selama 44 hari, di mana Baku membebaskan beberapa kota dan hampir 300 permukiman dan desa dari pendudukan Armenia.

Pada 10 November, kedua negara menandatangani kesepakatan yang ditengahi Rusia untuk mengakhiri pertempuran dan bekerja menuju solusi yang komprehensif. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA