Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menegaskan hal itu, seraya mengatakan bahwa undang-undang yang disahkan oleh parlemennya untuk memperluas dan mempercepat program nuklir negara itu (sebagai pembangkangan dari peristiwa pembunuhan ilmuwan Mohsen Fakhrizadeh) tidak akan diterapkan jika sanksi internasional terhadap Teheran dicabut.
"Jika Amerika Serikat dan Eropa kembali sepenuhnya mematuhi JCPOA, maka bukan hanya undang-undang ini saja yang tidak akan kami terapkan, tetapi juga tindakan kami, tindakan yang telah kami ambil itu akan kami batalkan. Kami akan mematuhinya," kata Zarif dalam konferensi diplomasi dengan Italia melalui tautan video, Kamis (3/12), seperti dikutip dari
Radio Liberty.
Zarif menegaskan argumennya bahwa Iran berhak mengurangi kepatuhan pada perjanjian tahun 2015, setelah Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik diri dan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran.
Presiden terpilih Joe Biden mengatakan dia akan bergabung kembali jika Teheran menunjukkan kepatuhannya. Dia juga mengatakan akan bekerja dengan sekutu 'untuk memperkuat dan memperpanjangnya'.
Anggota parlemen Iran pada 1 Desember menyetujui RUU untuk menangguhkan inspeksi PBB terhadap fasilitas nuklir negara itu dan meningkatkan pengayaan uraniumnya jika penandatangan JCPOA yang tersisa tidak memberikan keringanan sanksi.
Presiden Iran Hassan Rohani telah memperingatkan anggota parlemennya yang mengesahkan undang-undang itu agar tidak mengganggu kebijakan nuklir negara itu.
"Saudara-saudara kita di parlemen seharusnya tidak membuat keputusan yang terburu-buru. Biarlah mereka yang tahu tentang diplomasi menangani masalah ini dengan kedewasaan, ketenangan, dan perhatian yang dibutuhkan," kata Rohani dalam siarannya di televisi pemerintah.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: