Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pemilu, Simbol Kuat Kemenangan Demokrasi Venezuela

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Jumat, 04 Desember 2020, 15:38 WIB
Pemilu, Simbol Kuat Kemenangan Demokrasi Venezuela
Pemilu Venezuela simbol kuat. kemenangan demokrasi/Net
rmol news logo Venezuela akan menggelar pemilu untuk memilih anggota Majelis Nasional yang baru pada akhir pekan ini (Minggu, 6/12). Sebenarnya tidak ada yang aneh tentang pemilu kali ini, karena pemilu merupakan hal yang lazim dilakukan di Venezuela.

Jika menengok sejarah, sejak terpilihnya Hugo Chavez menjadi presiden pada tahun 1998, warga Venezuela telah terbiasa dengan lebih dari satu pemilihan nasional setiap tahun. Sedangkan pemilu akhir pekan ini merupakan pemilihan legislatif ke-25 yang dilakukan dalam 21 tahun terakhir.

Pemilu Venezuela yang akan dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 serta blokade Amerika Serikat justru memperdalam makna demokrasi di Venezuela.

Intervensi Amerika Serikat

Mengutip counterpunch.org, sejak Chavez menjadi presiden, pemerintah Amerika Serikat dan sekutunya kerap kali gelisah dan tidak pernah tinggal diam setiap kali Venezuela melaksanakan pemilu.

Negeri Paman Sam kerap melakukan intervensi melalui berbagai saluran untuk mencoba mengguncang pemerintahan Venezuela, termasuk dengan upaya langsung untuk mengubah rezim.

Padahal di sisi lain, Chavez dan Revolusi Bolivarian yang dipimpinnya, memiliki dukungan rakyat yang kuat dan tidak dapat dikalahkan di kotak suara.

Melihat hal tersebut, Amerika Serikat tidak jarang berupaya masuk melalui oposisi. Kekuatan-kekuatan oposisi telah berupaya memperebutkan pemilu sejak tahun 1998, namun tanpa dukungan rakyat Venezuela yang kuat.

Pada 2015, misalnya, oposisi mampu memenangkan mayoritas dalam pemilihan Majelis Nasional dan telah mengendalikan Majelis selama lima tahun terakhir.

Fakta bahwa oposisi menang pada tahun 2015 menunjukkan bahwa ada sistem pemilu yang kuat di negara tersebut.

Namun, alih-alih menjalankan tugas konstitusional mereka untuk memerintah bersama Presiden Nicolas Maduro, bagian dari oposisi justru memutuskan untuk beroperasi sebagai "sayap" bagi Amerika Serikat.

Salah satu legislator, Juan Guaido bahkan menjadikan dirinya sebagai "alat" kudeta politik Amerika Serikat terhadap Venezuela pada tahun 2018.

Hal tersebut mengundang tanda tanya besar seputar pengaruh Guaido yang mengandalkan dukungan dari Washington, dan bukan dari konstituennya sendiri atau dari oposisi yang dipimpinnya.

Kemenangan Demokrasi

Kini, meski di tengah pandemi Covid-19 serta boikot dan sanksi Amerika Serikat dan ancaman intervensi asing, Venezuela tetap menjalankan roda demokrasi mereka dengan menggelar pemilu untuk Majelis Nasional akhir pekan ini. Konstitusi Venezuela mensyaratkan pemilu dilaksanakan sebelum 5 Januari 2021, ketika sekelompok legislator baru harus dilantik.

Sejak awal rencana pemilu, sebagian oposisi yang didukung oleh Amerika Serikat, seperti kubu Guaido, telah memutuskan untuk memboikot pemilu dengan menuduh pemilu itu curang, tanpa membeberkan bukti valid yang mendasar.

Alih-alih memperebutkan kekuasaan melalui pemilihan demokratis atau undang-undang yang diusulkan, oposisi pimpinan Guaido justru berusaha merebut kekuasaan dengan cara yang tidak demokratis. Hal itu seakan mempertegas bahwa bagi Guaido, memenangkan pemilu tampaknya kurang penting daripada mendelegitimasi proses pemilu dan demokrasi.

Karena itulah, di sisi lain, pelaksanaan pemilu akhir pekan ini menjadi "kemenangan" tersendiri bagi pemerintah Venezuela yang berhasil menjalankan amanah konstitusi dan menegakkan demokrasi sebaik mungkin. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA