Alhasil banyak informasi ditelan mentah-mentah, tanpa mengindahkan sumbernya. Banyak dari informasi tersebut juga menciptakan perpecahan di antara masyarakat.
Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Allaster Cox mengatakan, jika dibandingkan dengan 20 tahun, situasi saat ini jauh berbeda.
"(Dulu) kita mengonsumsi berita dari koran, radio yang bereputasi, atau stasiun televisi," kata Cox dalam webinar bertajuk
"Healthy Skepticism: Stopping the Spread of Misinformation During Covid-19" yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Australia di Jakarta pada Senin (14/12).
"Semua media ini memiliki standar utnuk memeriksa fakta karena mereka harus menjaga reputasi sebagai pemberi informasi yang dapat diandalkan," sambungnya.
Tetapi saat ini, Cox melanjutkan, terdapat algoritma yang tidak dipahami masyarakat yang memenuhi media sosial. Di mana tujuannya adalah komersial, bukanlah untuk publik.
"Dengan satu tujuan, yaitu 'klik'. Dengan 'klik', mereka bisa menampilkan lebih banyak iklan. Tujuan komersial ini berlawanan dengan tujuan publik," terang Cox.
"Hal ini bisa merugikan pemahaman masyarakat," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.