Alih-alih, Ketua Mahkamah Agung S. A. Bobde justru meminta pemerintah dan serikat pekerja untuk membantu membentuk komite ahli guna menengahi permasalahan.
"Kami memperjelas bahwa kami mengakui hak fundamental untuk memprotes UU. Tidak ada pertanyaan tentang menyeimbangkan atau menguranginya. Tapi itu tidak boleh merusak nyawa atau harta benda siapa pun," ujar Bobde pada Jumat (18/12), seperti dikutip
Reuters.
Beberapa waktu lalu, para pemohon mendatangi Mahkamah Agung untuk mengadukan jika aksi protes petani menghambat lalu lintas dan mempersulit orang untuk mengakses layanan medis darurat.
"Pada tahap ini kami berpandangan bahwa protes petani harus dibiarkan terus berlanjut tanpa halangan dan tanpa pelanggaran perdamaian, baik oleh pengunjuk rasa maupun polisi," lanjut Bobde.
Pada September, pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi memperkenalkan RUU pertanian yang menurut pemerintah akan membebaskan petani dari kaharusan menjual produk mereka hanya di pasar grosir yang sudah diatur dan membuat kontrak pertanian lebih mudah.
Tetapi ribuan petani marah karena menganggap hal tersebut justru mengancam mata pencaharian mereka.
Akibatnya, mereka melakukan aksi protes dengan memblokir jalan raya hingga berkemah di pinggiran ibukota New Delhi.
Enam putaran pembicaraan antara pemerintah dan pemimpin serikat petani gagal menyelesaikan situasi. Pemerintah telah mengatakan meskipun UU dapat diubah, itu bertentangan dengan pencabutan RUU.
Sektor pertanian India yang luas, yang menyumbang hampir 15 persen dari total ekonomi negara itu, yaitu 2,9 triliun dolar AS. Sektor tersebut juga mempekerjakan sekitar setengah dari 1,3 miliar penduduknya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.