Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pakar Asing Soroti Kekhawatiran Di Kalangan Umat Islam Atas Kehalalan Vaksin Covid-19

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 21 Desember 2020, 08:03 WIB
Pakar Asing Soroti Kekhawatiran Di Kalangan Umat Islam Atas Kehalalan Vaksin Covid-19
Ilustrasi/Net
rmol news logo Jutaan korban telah berjatuhan akibat pandemi virus corona yang sudah mencengkeram dunia selama hampir setahun. Pejuangan menemukan vaksin kemudian menunjukkan setitik harapan, namun sejumlah keraguan terus membayangi. Salah satunya kandungan gelatin yang ada di dalam vaksin tersebut.  

Ketika perusahaan berlomba untuk mengembangkan vaksin Covid-19 dan negara-negara berjuang untuk mendapatkan dosis, pertanyaan tentang penggunaan produk daging babi -yang dilarang oleh beberapa kelompok agama- telah menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan terganggunya kampanye imunisasi.

Gelatin yang berasal dari daging babi telah banyak digunakan sebagai penstabil untuk memastikan vaksin tetap aman dan efektif selama penyimpanan dan pengangkutan.

Beberapa perusahaan telah bekerja selama bertahun-tahun untuk mengembangkan vaksin bebas daging babi: Perusahaan farmasi Swiss Novartis telah memproduksi vaksin meningitis bebas daging babi, sementara AJ Pharma yang berbasis di Saudi dan Malaysia saat ini sedang mengerjakan salah satu vaksinnya sendiri.

"Tetapi karena permintaan, rantai pasokan yang ada, biaya dan umur simpan yang lebih pendek dari vaksin yang tidak mengandung gelatin babi, membuat bahan tersebut kemungkinan akan terus digunakan di sebagian besar vaksin selama bertahun-tahun," kata Dr. Salman Waqar, sekretaris jenderal Asosiasi Medis Islam Inggris.

Sementra, juru bicara Pfizer, Moderna dan AstraZeneca mengatakan bahwa vaksin Covid-19 buatan mereka tidak mengandung produk daging babi. Tetapi terbatasnya persediaan vasksin mereka dan kesepakatan yang sudah dicapai sebelumnya dengan perusahaan lain berarti bahwa beberapa negara dengan populasi Muslim yang besar, seperti Indonesia, akan menerima vaksin yang belum disertifikasi bebas gelatin.

Ini menghadirkan dilema bagi komunitas religius, termasuk Yahudi Ortodoks dan Muslim, di mana konsumsi produk daging babi dianggap najis secara agama, dan bagaimana larangan itu diterapkan pada pengobatan, katanya.

“Ada perbedaan pendapat di antara para ulama tentang apakah Anda mengambil sesuatu seperti gelatin babi dan membuatnya mengalami transformasi kimiawi yang ketat,” kata Waqar.

Konsensus mayoritas dari perdebatan sebelumnya tentang penggunaan gelatin babi dalam vaksin adalah bahwa hal itu diperbolehkan menurut hukum Islam, karena "bahaya yang lebih besar" akan terjadi jika vaksin tidak digunakan, kata Dr. Harunor Rashid, seorang profesor di University of Sydney .

Ada juga penilaian serupa berdasarkan konsensus yang luas dari para pemimpin agama di komunitas Yahudi Ortodoks.

“Menurut hukum Yahudi, larangan makan babi atau menggunakan babi hanya dilarang jika itu adalah cara alami untuk memakannya,” kata Rabbi David Stav, ketua Tzohar, sebuah organisasi kerabian di Israel.

"Jika disuntikkan ke dalam tubuh, bukan (dimakan) lewat mulut, maka tidak ada larangan dan tidak ada masalah, apalagi jika kita khawatir dengan penyakit,” katanya.

Namun ada perbedaan pendapat tentang masalah ini - beberapa dengan konsekuensi kesehatan yang serius bagi Indonesia, yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, sekitar 225 juta.

Pada tahun 2018, Majelis Ulama Indonesia menetapkan bahwa vaksin campak dan rubella haram, karena adanya gelatin. Saat itu, tokoh agama dan tokoh masyarakat mulai mendesak para orang tua untuk tidak mengizinkan anaknya divaksinasi yang alhirnya menyebabkan banyak kematian akibat penyakit tersebut.

“Kasus campak kemudian melonjak, menjadikan Indonesia tingkat campak tertinggi ketiga di dunia,” kata Rachel Howard, direktur Research Partnership kelompok riset pasar perawatan kesehatan.

"Sebuah keputusan kemudian dikeluarkan oleh badan ulama Muslim yang mengatakan diperbolehkan untuk menerima vaksin, tetapi budaya tabu masih menyebabkan tingkat vaksinasi terus rendah," kata Howard.

“Studi kami menemukan bahwa beberapa Muslim di Indonesia merasa tidak nyaman menerima vaksinasi yang mengandung bahan-bahan ini, bahkan ketika otoritas Muslim mengeluarkan pedoman yang mengatakan bahwa mereka diizinkan," katanya.

Pemerintah sejumlah negara Muslim telah mengambil langkah untuk mengatasi masalah tersebut.

Di Malaysia, di mana status halal vaksin telah diidentifikasi sebagai masalah terbesar di antara orang tua Muslim, undang-undang yang lebih ketat telah diberlakukan sehingga orang tua harus memvaksinasi anak-anak mereka atau menghadapi denda dan hukuman penjara.

Di Pakistan, di mana kepercayaan terhadap vaksin menurun karena alasan agama dan politik, para orang tua dipenjara karena menolak memberikan vaksinasi kepada anak-anak mereka terhadap polio.

Namun dengan meningkatnya keraguan vaksin dan informasi yang salah yang menyebar ke seluruh dunia, termasuk di komunitas religius, Rashid mengatakan keterlibatan komunitas "mutlak diperlukan".

“Ini bisa menjadi bencana, jika tidak ada keterlibatan masyarakat yang kuat dari pemerintah dan petugas kesehatan," katanya.

Di Indonesia, pemerintah sudah menyatakan akan menyertakan ulama muslim dalam proses pengadaan dan sertifikasi vaksin Covid-19.

“Komunikasi publik mengenai status halal, harga, kualitas dan distribusi harus disiapkan dengan baik,” kata Presiden Joko Widodo pada Oktober lalu.

Saat mereka berada di China pada musim gugur, para ulama Indonesia memeriksa fasilitas Sinovac Biotech China, dan uji klinis yang melibatkan sekitar 1.620 relawan juga sedang dilakukan di Indonesia untuk mendapatkan vaksin perusahaan. Pemerintah telah mengumumkan beberapa kesepakatan pengadaan vaksin Covid-19 dengan perusahaan sejumlah jutaan dosis.

Di China, tidak ada vaksin Covid-19 yang diberikan persetujuan akhir, tetapi lebih dari 1 juta petugas kesehatan dan orang lain yang dianggap berisiko tinggi terinfeksi telah menerima vaksin dengan izin penggunaan darurat. Perusahaan belum mengungkapkan seberapa efektif vaksin itu atau kemungkinan efek sampingnya.

Pakistan saat ini sedang melakukan uji klinis tahap akhir dari vaksin CanSino Biologics. Sementara Bangladesh sebelumnya memiliki kesepakatan dengan Sinovac Biotech untuk melakukan uji klinis di negara tersebut, tetapi uji coba tersebut telah ditunda karena sengketa pendanaan. Kedua negara memiliki populasi Muslim terbesar di dunia.

Sementara petugas kesehatan di Indonesia sebagian besar masih terlibat dalam upaya untuk menahan virus karena jumlahnya terus meningkat, Waqar mengatakan upaya pemerintah untuk meyakinkan orang Indonesia akan menjadi kunci keberhasilan kampanye imunisasi karena vaksin Covid-19 disetujui untuk digunakan.

Namun, kata dia, perusahaan yang memproduksi vaksin juga harus menjadi bagian dari sosialisasi tersebut.

“Semakin mereka transparan, semakin mereka terbuka dan jujur ​​tentang produk mereka, semakin besar kemungkinan ada komunitas yang memiliki kepercayaan terhadap produk dan akan mampu berdiskusi tentang apa yang ingin mereka lakukan," ungkapnya.

Pada akhirnya, semua kembali ke masing-masing orang. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA