Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kedekatan Jepang Dengan China Dan Korea Utara Membuatnya Hampir Menjadi Mata Keenam Kelompok Intelijen Five Eyes

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Selasa, 29 Desember 2020, 14:21 WIB
Kedekatan Jepang Dengan China Dan Korea Utara  Membuatnya Hampir Menjadi Mata Keenam  Kelompok Intelijen Five Eyes
Ilustrasi/Net
rmol news logo Jepang disebut-sebut telah memberikan informasi intelijen kepada Amerika Serikat dan Britania pada tahun lalu, yang menunjukkan bukti penahanan paksa China terhadap orang-orang minoritas Muslim Uighur.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Jepang meminta syarat agar AS dan Britania menjaga kerahasiaan sumber, kata seseorang yang dekat dengan hubungan Jepang-AS pada Senin (28/12).

“Berdasarkan informasi tersebut, AS kemudian meningkatkan kritik terhadap dugaan tindakan keras China terhadap Uighur di daerah otonom Xinjiang,” kata sumber yang tak disebutkan namanya itu, seperti dikutip dari SCMP, Selasa (29/12).

Tindakan Jepang yang berbagi intelijen kunci dengan mitra di belakang layar itulah yang dikisakan sebagai awal munculnya seruan di dalam pemerintah untuk bergabung dengan aliansi ‘Five Eyes’. Seruan itu juga  untuk menanggapi ancaman yang meningkat dengan lebih baik dari Korea Utara dan China.

Jaringan mata-mata Five Eyes sendiri melibatkan lima negara yaitu Australia, Inggris, Kanada, Selandia Baru, dan AS.

Sementara Inggris telah bergabung dengan AS dalam menekan Beijing atas tindakan kerasnya terhadap Uighur, Jepang hanya mengatakan pihaknya “sedang mengamati situasi dengan prihatin”.

Awal tahun ini, tepatnya di bulan Januari, sumber pemerintah AS menggambarkan Jepang hampir seperti ‘Mata keenam’, sebagai kelompok mata-mata yang berusaha untuk mengawasi aktivitas Korea Utara dengan bekerja sama dengan tiga mitra - Jepang, Prancis dan Korea Selatan.

Sumber itu mengatakan kedekatan Jepang dengan China dan Korea Utara, dan kemampuannya mengumpulkan data yang relevan melalui satelit dan sinyal intelijen, membuatnya hampir menjadi “mata keenam”.

Jepang selama ini  berusaha untuk mempertahankan hubungan persahabatan dengan China sebagai mitra dagang terbesarnya tanpa merusak hubungan dengan AS, sekutu keamanannya.

Mengingat hubungan Tokyo dengan Beijing telah membaik, pihaknya sedang mempersiapkan kunjungan pertama Presiden China Xi Jinping sebagai tamu negara pada musim semi 2020, meskipun kunjungan yang direncanakan kemudian ditunda karena pandemi virus corona global.

Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah memberlakukan serangkaian sanksi terhadap Beijing atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Uighur, seperti pembatasan visa pada pejabat China, yang meningkatkan ketegangan bilateral kedua negara.

Wakil Presiden Mike Pence juga telah mengkritik keras China dalam pidatonya di Washington pada Juli 2019, mengklaim bahwa "Partai Komunis memenjarakan lebih dari satu juta Muslim China, termasuk Uighur, di kamp-kamp interniran tempat mereka menjalani pencucian otak sepanjang waktu".

Awal bulan ini, Parlemen Eropa juga mengeluarkan resolusi untuk mengutuk tindakan China di Xinjiang dan mendesak para pemimpin Uni Eropa untuk melakukannya sanksi pejabat terlibat.

China telah menyebut kritik negara Barat sebagai campur tangan dalam urusan internalnya.

Minggu ini, media pemerintah Tiongkok mengecam BBC, mengatakan laporannya tentang kerja paksa di Xinjiang tidak akurat. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA