Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kritik Twitter Atas Penangguhan Akun Trump, Jerman Makin Khawatir Dengan Kekuatan Perusahaan Media Sosial

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Selasa, 12 Januari 2021, 08:18 WIB
Kritik Twitter Atas Penangguhan Akun Trump, Jerman Makin Khawatir Dengan Kekuatan Perusahaan Media Sosial
Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden AS Donald Trump/Net
rmol news logo Kanselir Jerman Angela Merkel menyoroti langkah Twitter yang telah menangguhkan akun Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara permanen.

Melalui jurubicaranya, Steffen Seibert pada Senin (11/1), Merkel menyatakan keprihatinnya. Seibert mengatakan, Merkel setuju dengan tindakan Twitter yang kerap menandai unggahan Trump yang tidak berdasarkan fakta, tetapi platform itu tidak seharusnya membatasi kebebasan berekspresi, mengingat hal itu perlu diputuskan oleh UU.

"Hak atas kebebasan berpendapat sangat penting. Untuk itu, kanselir menganggap bahwa penangguhan akun presiden (Trump) secara permanen bermasalah," ujar Seibert, seperti dikutip Deutsche Welle.

Perusahaan media sosial Twitter dan Facebook mulai menangguhkan akun Trump secara permanen usai terjadinya kerusuhan di Capitol Hill pada Rabu (6/1).

Kedua jejaring sosial itu menganggap Trump telah memberikan hasutan kepada para pengikutnya untuk berkumpul di Capitol Hill hingga akhirnya kerusuhan yang menyebabkan lima orang tewas itu terjadi.

Sebagai pencegahan akan lebihi banyak kekerasan yang terjadi, Twitter dan Facebook menangguhkan akun Trump secara permanen.

Selain Merkel, sejumlah politisi dan pejabat di Eropa juga memiliki keprihatinan pada keputusan Twitter dan Facebook. Mereka juga semakin khawatir terhadap pengaruh perusahaan media sosial dalam membentuk wacana publik.

"(Larangan Twitter) bermasalah karena kita harus mempertanyakan atas dasar apa (keputusan itu dibuat), UU apa, dan apa artinya bagi tindakan platform media sosial di masa mendatang?" ujar seorang anggota parlemen dari Sosial Demokrat, Jens Zimmermann.  

Zimmermann, yang merupakan anggota Komite Parlemen Jerman untuk Agenda Digital, menyatakan bahwa itu adalah masalah ketika satu orang, CEO sebuah perusahaan, menghentikan seorang pemimpin negara untuk menjangkau jutaan orang.

"Kita perlu membuat regulasi. Dan kita perlu berhati-hati tentang kekuatan yang dimiliki platform ini. Saya pikir tidak mengherankan jika Twitter menemukan solusi itu, dengan 12 hari tersisa hingga Donald Trump meninggalkan kantor. Dan hal yang sama berlaku untuk Facebook," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA