Departemen Pertahanan Amerika Serikat (DOD) pada Kamis (14/1) waktu setempat kembali mengklasifikasikan sembilan perusahaan China ke dalam daftar perusahaan yang dituding dimiliki atau dikendalikan oleh militer, termasuk perusahaan yang banyak bergerak di bidang teknologi telekomunikasi, Xiaomi.
Menurut DOD, perusahaan yang masuk bidikan mereka, telah mendukung tujuan modernisasi Tentara Pembebasan Rakyat dengan memastikan aksesnya ke teknologi yang lebih canggih.
Selain Xiaomi, perusahaan di sektor penerbangan seperti Commercial Aircraft Corporation of China (COMAC) dan China National Aviation Holding Co juga tak luput dari sasaran Trump.
Kementerian Perdagangan China pada Jumat (15/1) mengatakan keputusan tersebut tidak memiliki dasar hukum, melanggar aturan dasar ekonomi pasar, dan mengganggu pasar keuangan internasional.
Hu Qimu, kepala peneliti di Institut Riset Ekonomi Sinosteel, memandang bahwa pemerintahan Trump tengah berupaya meninggalkan warisannya untuk menunjukkan ketangguhan mereka terhadap China.
“Secara umum, taktik lanjutan pemerintahan Trump terhadap perusahaan China pada saat transisi kekuasaan ini, ditujukan untuk menandakan warisannya di dalam dan luar negeri, agar terlihat 'tangguh' dalam menghadapi China, terutama saat Trump menghadapi pemakzulan kedua," kata Hu, seperti dikutip dari
Global Times, Jumat (15/1).
Hu mencatat, berdasarkan sejarah friksi perdagangan baru-baru ini antara China dan AS, tidak masalah apakah dugaan keterlibatan militer perusahaan tersebut terbukti atau tidak; yang terpenting adalah China ditindas dan pengaruh politik diperoleh.
Wang Peng, asisten profesor di Gaoling School of Artificial Intelligence di Renmin University of China, mengatakan, pemerintahan baru AS harus berharap untuk memiliki hubungan perdagangan yang lebih mudah dengan China untuk membedakan dirinya dari Trump. Namun, pada saat yang sama, perusahaan China harus memastikan mereka bersiap untuk segala jenis kemungkinan tindakan keras.
Alih-alih terpuruk akibat tindakan AS itu, para analis justru menyerukan kerja sama segera di antara perusahaan telepon seluler dan teknologi China untuk mengembangkan teknologi inti di tengah penindasan AS.
“ZTE, Huawei dan Xiaomi telah menjadi saingan yang 'mengancam' AS. Sudah waktunya perusahaan China bekerja sama untuk membentuk kembali rantai industri di China dan menciptakan rantai pasokan yang sepenuhnya domestik," kata seorang analis telekomunikasi yang berbasis di Beijing.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: