Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Video Menunjukkan Adanya Ilmuwan Di Lab Wuhan Yang Digigit Kelelawar Pembawa Virus SARS, Inikah Penyebab Wabah Corona?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Sabtu, 16 Januari 2021, 16:07 WIB
Video Menunjukkan Adanya Ilmuwan Di Lab Wuhan Yang Digigit Kelelawar Pembawa Virus SARS, Inikah Penyebab Wabah Corona?
Video menunjukkan seorang peneliti digigt kelelawar pembawa virus/Net
rmol news logo Institut Virologi di Wuhan diduga tidak mengindahkan keamanan yang maksimal di dalam laboratorium mereka. Sebuah video yang dirilis dua tahun sebelum dimulainya pandemi virus corona di Wuhan, menunjukkan adanya 'kecelakaan' di mana para ilmuwan di Wuhan Insitute of Virology (WIV) yang tidak mengenakan pakaian pelindung digigit oleh seekor kelelawar pembawa virus SARS.  

Taiwan News dalam laporan terbarunya menulis, pada 29 Desember 2017, TV milik pemerintah China merilis video yang dirancang untuk menampilkan Shi Zhengli 'Wanita Kelelawar' dan tim ilmuwannya di WIV dalam upaya mereka untuk menemukan asal mula SARS.

Para ilmuwan itu bekerja di lingkungan lab dengan tingkat keamanan hayati 4, namun mereka menunjukkan pengabaian terhadap keselamatan saat menangani kelelawar yang berpotensi menular baik di alam liar maupun di laboratorium.

Dalam tayangan video terlihat seorang ilmuwan memegang kelelawar dengan tangan kosong. Anggota tim terlihat mengumpulkan kotoran kelelawar yang berpotensi sangat menular dengan mengenakan baju lengan pendek dan celana pendek dan tanpa alat pelindung diri (APD) selain sarung tangan.

Kemudian pada menit ke 8:31 hingga 8:34, beberapa anggota tim terlihat mengenakan jas hazmat lengkap sementara banyak lainnya berinteraksi dengan mereka dengan pakaian biasa dan topi scrub tanpa penutup kepala sama sekali.

Kamera kemudian memotong ke wadah yang penuh dengan kelelawar hidup, meronta-ronta. Meskipun para ilmuwan mengenakan sarung tangan, risiko cedera akibat gigitan kelelawar sangat mungkin.

Seorang peneliti, Cui Jie, menceritakan pengalamannya digigit kelelawar. Menurutnya, taring kelelawar menembus sarung tangannya, yang kemungkinan besar adalah nitril. Dia mengatakan 'seperti ditusuk dengan jarum' dan terjadi pembengkakan setelah gigitan kelelawar.

Kelelawar dapat membawa berbagai virus yang kuat, termasuk rabies. Peneliti pun menyatakan bahwa anggota tim disuntik dengan vaksin rabies sebelum pengambilan sampel di lapangan.

Namun, dalam sebuah artikel yang diposting di Pusat Eksplorasi Sains China, yang kemudian dihapus oleh sensor China, Shi Zhengli 'Wanita Kelelawar' itu mengatakan bahwa pekerjaan ini tidak seberbahaya yang dipikirkan semua orang.

"Meskipun kelelawar membawa banyak virus, kemungkinan menginfeksi manusia secara langsung sangat kecil," tulisnya.

Kemudian dalam video itu, seorang ilmuwan terlihat memegang dan menyentuh kelelawar liar hidup. Beberapa peneliti ada di sana dan tidak ada yang memakai masker!

Seorang anggota tim lainnya dengan kemeja kamuflase dan tanpa APD terlihat di pintu masuk sebuah gua di Yunnan, tempat banyak virus corona berasal, dengan kelelawar beterbangan di sekelilingnya. Juga tidak mengenakan masker.

Seorang blogger China mengunggah sebuah postingan yang belakangan dihapus oleh sensor China, menuduh bahwa Shi membocorkan virus pada 16 Juni 2020. Postingan tersebut, yang masih dapat dilihat di Internet Archive, memberikan analisis cerdik terhadap akun dan video Cui Jie.

Rekaman video itu menimbulkan sejumlah pertanyaan serius tentang seberapa amannya laboratorium WIV. Kemungkinan wabah virus corona bisa saja terjadi dari kurang amannya lab tersebut.

Penyelidik Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang saat ini tengah berada di Wuhan untuk penyelidikan mestinya menginvestigasi para ilmuwan WIV. Mungkin saja para ilmuwan di sana terinfeksi virus corona, termasuk bahkan Covid-19.

Tim WHO perlu bertanya kepada Shi apakah ada ilmuwan yang mengalami gejala penyakit setelah gigitan. Mereka juga harus bertanya apakah mereka diuji untuk virus corona dan antibodi terhadap virus semacam itu.

Praktik lain yang mengganggu adalah kurangnya penggunaan APD yang tepat saat menangani sampel virus di laboratorium. Tim WHO perlu menilai kemungkinan bahwa infeksi di dalam laboratorium terjadi karena tindakan keamanan yang tidak memadai.

Sehubungan dengan kunjungan WHO ke Wuhan, seorang peneliti yang menggunakan nama samaran Billy Bostickson dan rekan-rekannya di DRASTIC (Decentralized Radical Autonomous Search Team Investigating Covid-19) telah membuat petisi yang menuntut tim investigasi internasional menjawab 50 pertanyaan kunci tentang wabah di Wuhan.

Mereka dianggap perlu untuk mengakses database fasilitas dan catatan laboratorium, termasuk melihat prosedur keselamatan, laporan audit keselamatan, dan laporan insiden keselamatan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA