Itu karena kebijakan tekanan maksimum yang diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump tidak berhasil dan hanya meningkatkan risiko ancaman.
Begitu yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Prancis Jean Yves Le Drian dalam sebuah wawancara dengan
Journal du Dimanche pada Sabtu (16/1).
"(Kebijakan tekanan maksimum) harus dihentikan karena Iran, saya katakan ini dengan jelas, sedang dalam proses memperoleh kapasitas (senjata) nuklir," ujarnya, seperti dikutip
Sputnik.
Le Drian mengatakan tidak akan cukup bagi kedua belah pihak untuk hanya kembali ke JCPOA, tetapi juga menekankan pentingnya merundingkan proliferasi balistik dan destabilisasi Iran terhadap tetangganya di kawasan.
Pada hari yang sama, Prancis bersama dengan Inggris dan Jerman merilis pernyataan bersama yang mengungkap keprihatinan mereka terhadap program pengembangan uranium yang dilakukan oleh Iran.
"Iran tidak memiliki penggunaan sipil yang kredibel untuk logam uranium. Produksi logam uranium memiliki potensi implikasi militer yang serius. Di bawah JCPOA, Iran berkomitmen untuk tidak terlibat dalam produksi logan uranium atau melakukan penelitian dan pengembangan uranium metalurgi selama 15 tahun," ujar mereka.
Sementara itu, Presiden terpilih AS Joe Biden saat ini dilaporkan sudah mulai melakukan pembahasan dengan Iran terkait rencananya untuk memasukan kembali AS ke dalam JCPOA.
Di bawah pemerintahan Trump, AS keluar dari JCPOA pada 2018. Setelah itu Washington menerapkan kebijakan tekanan maksimum pada Teheran dengan melayangkan banyak sanksi.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: