Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tidak Bijaksana Bila Joe Biden Kubur Pencapaian Manis Donald Trump Di Semenanjung Korea

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Selasa, 19 Januari 2021, 12:38 WIB
Tidak Bijaksana Bila Joe Biden Kubur Pencapaian Manis Donald Trump Di Semenanjung Korea
Presiden terpilih Amerika Serikat, Joe Biden/Net
rmol news logo Kebijakan Amerika Serikat (AS) atas Korea Utara di bawah kepemimpinan Joe Biden yang akan datang masih menjadi teka-teki.

Sejauh ini, Biden belum menunjukkan langkah pasti apa yang akan diambilnya atas sejumlah pencapaian manis Presiden Donald Trump selama tiga tahun terakhir.

Namun sejumlah pihak dibuat khawatir jika Biden akhirnya mengubur pencapaian-pencapaian tersebut dan merusak perbaikan hubungan AS dengan Korea Utara.

Salah satunya adalah Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in yang mendesak Biden untuk melanjutkan dialog damai dengan Korea Utara.

Dalam pidato awal tahun yang disampaikannya pada Senin (18/1), Moon mendorong Biden untuk memasukkan dialog damai dengan Korea Utara ke dalam prioritas kebijakan luar negeri AS.

Ia bahkan meminta Biden untuk menindaklanjuti pencapaian pertemuan Trump dengan Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un di Singapura pada 2018.

Namun jika melihat catatan masa lalu, Biden sendiri pernah menyebut Kim sebagai "thug" atau penjahat. Ia juga menegaskan hanya akan bertemu dan melanjutkan dialog damai dengan Korea Utara jika Pyongyang sepakat melakukan denuklirisasi.

Teka-teki kebijakan Biden atas Korea Utara itu juga menjadi perhatian dosen politik Asia Timur Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Syarif Hidayatullah, Teguh Santosa.

Teguh mengatakan, telah terjadi penurunan ketegangan secara signifikan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya di Semenanjung Korea selama pemerintahan Trump. Sehingga tidak bijak bagi Biden menekan tombol reset.

"Joe Biden akan terlihat tidak bijaksana bila mengembalikan hubungan Amerika Serikat dan Korea Utara ke titik sebelum pertemuan antara Kim Jong Un dan Donald Trump di Singapura bulan Juni 2018. Bagaimanapun setelah pertemuan itu, Korea Utara memperlihatkan sikap koperatif dengan melucuti fasilitas nuklir mereka," ujar mantan Ketua Bidang Luar Negeri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) itu.

Komitmen Korea Utara

Dalam pernyataan tertulisnya yang diterima redaksi Kantor Berita Politik RMOL pada Selasa (19/1), Teguh juga menyoroti bagaimana Kim menunjukkan komitmennya terhadap perdamaian di Semenanjung Korea saat menyampaikan pidato dalam Kongres ke-8 Partai Pekerja Korea pekan lalu.

"Kim Jong Un telah menyampaikan komitmennya untuk meningkatkan hubungan negara itu dengan negara-negara lain, dimulai dari Korea Selatan,” ujar Sekjen Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara itu.

Dengan pernyataan Kim tersebut, Teguh mengatakan, semestinya pemerintahan baru Biden menyambut positif dan menanggalkan segala "beban" politis maupun ideologis.

Beban politis yang dimaksud Teguh merupakan keinginan Biden untuk mencatatkan hal-hal yang berbeda dibandingkan dengan pemerintahan Trump sebelumnya.

Sementara beban ideologis berupa keinginan kubu Partai Demokrat menjajakan demokrasi ala Amerika Serikat ke negara-negara yang menurut mereka tidak demokratis dan terbelakang.

“Joe Biden sudah selayaknya membuka mata lebar-lebar bahwa demokrasi ala mereka yang selama ini mereka jajakan dan paksakan di banyak negeri telah menciptakan kekalutan dan kekacauan global," jelas Ketua Bidang Luar Negeri PP Pemuda Muhammadiyah itu.

"Menciptakan perdamaian bukan dengan memaksa bangsa lain dan negara lain menerima dan mengadopsi cara hidup dan pandangan politik mereka," imbuhnya.

Pencapaian Era Trump

Melalui pernyataannya, Teguh juga mengingatkan kembali pencapaian-pencapaian yang telah diwujudkan AS selama pemerintahan Trump.

Misalnya pada April 2018, Kim bertemu dengan Moon di perbatasan Panmunjom. Dalam kesempatan itu, Kim sempat mengajak Moon menginjakkan kaki di Korea Utara. Sebulan kemudian keduanya kembali bertemu di tempat yang sama.

Sementara pada Juni tahun yang sama, Kim dan Trump bertemu di Singapura.

"Pertemuan Singapura tersebut patut dicatat sebagai pertemuan historis di abad ini," lanjut Teguh.
 
Tahun 2018 belum berakhir. Pada September, Moon mengunjungi Pyongyang dan Gunung Paektu yang sakral bagi masyarakat di kedua Korea. Kim bahkan memberikan kesempatan kepada Moon untuk berbicara langsung di hadapan rakyat Korea Utara di First of May Stadium, Pyongyang.

Lalu Kim dan Trump melakukan pertemuan di Hanoi, Vietnam pada 2019. Tidak ada kesepakatan yang dihasilkan, tetapi hubungan kedua negara masih tetap bertahan.

Medio 2019, usai menghadiri G-20 Summit di Osaka, Trump terbang ke Korea Selatan untuk bertemu dengan Kim dan Moon di Panmunjom.

“Lagi-lagi ini adalah pertemuan historis yang patut kita catat dalam konteks membangun perdamaian di Semenanjung Korea," sambung Teguh.

Mengutip hasil pembicaraan dengan banyak pihak di Korea Utara, Teguh mengatakan, sesungguhnya Korea Utara pun kurang puas dengan berbagai hasil pembicaraan yang telah dilakukan sebelumnya.

“Korea Utara merasa telah memberikan banyak hal, dan tidak mendapatkan balasan apa pun. Namun begitu, mereka tetap menjaga komitmen dan tidak berniat untuk menciderainya,” demikian Teguh Santosa. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA