Hal itu disampaikan oleh jenderal tertinggi Israel, Letnan Jenderal Aviv Kohavi dalam pidatonya di Institut Studi Keamanan Nasional, Universitas Tel Aviv, Selasa (26/1).
"Kembali ke perjanjian nuklir 2015, atau bahkan jika itu adalah kesepakatan serupa dengan beberapa perbaikan, adalah buruk dan salah dari sudut pandang operasional dan strategis," tegas Kohavi.
Dikutip dari
Reuters, komentar dari seorang petinggi militer Israel terhadap kebijakan AS jarang terjadi. Sehingga pernyataan itu menjadi sinyal nyata bagi Presiden AS Joe Biden untuk berhati-hati dalam mengambil langkah terhadap Iran.
AS, di bawah kepemimpinan mantan Presiden Donald Trump, telah meninggalkan JCPOA pada 2015. Langkah itu disambut baik oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu yang selama ini mengkritik keringanan sanksi untuk Iran.
Tetapi dalam berbagai kesempatan, tim Biden tampak mengindikasikan akan mengembalikan AS ke JCPOA, meski dengan sejumlah perubahan.
Walaupun, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengungkap, Biden masih jauh dari memutuskan apakah akan kembali ke kesepakatan karena harus mempertimbangan apa yang sebenarnya dilakukan Iran.
Sejak AS keluar dari JCPOA, Iran secara bertahap melanggar batas-batas pengembangan nuklir, termasuk membangun persediaan uranium, hingga memasang sentrifugal yang dilarang.
Kohavi menyebut Iran tengah membangun senjata nuklir, sehingga ia menyiapkan rencana baru untuk melawan Teheran.
"Berdasarkan analisis fundamental ini, saya telah menginstruksikan Pasukan Pertahanan Israel untuk menyiapkan sejumlah rencana operasional, selain yang sudah ada," ujar Kohavi.
"Terserah pemimpin politik, tentu saja, untuk memutuskan implementasinya, tetapi rencana ini harus dibahas," tambah dia.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: