Hal itu dikonfirmasi oleh juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price, pada Rabu (3/2) waktu setempat. Menyebut Maduro sebagai 'diktator', dia mengatakan AS tidak berencana untuk membuka kontak langsung dengan pemimpin sayap kiri tersebut dalam waktu dekat ini.
"Kami tentu tidak mengharapkan adanya kontak dengan Maduro dalam waktu dekat," ujarnya, seperti dikutip dari
AFP, Kamis (4/2).
Price justru mengatakan bahwa Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris akan melanjutkan kebijakan Trump yang mengakui pemimpin oposisi Juan Guaido sebagai presiden sementara.
"Tujuan utama dari pemerintahan Biden-Harris adalah untuk mendukung transisi demokratis dan damai di Venezuela melalui pemilihan presiden dan parlemen yang bebas dan adil," ujar Price, menekankan pemerintahan Biden-Harris akan membantu rakyat Venezuela membangun kembali kehidupan negara itu.
"Maduro adalah seorang diktator. 'Salah urus'-nya telah menghasilkan salah satu krisis kemanusiaan paling mengerikan yang pernah terjadi di belahan bumi ini," ujarnya.
Sementara Maduro setelah pelantikan Biden mengatakan dia ingin menempa 'jalan baru' dengan Amerika Serikat setelah kekalahan Trump.
Pemimpin Venezuela itu juga menyerukan hubungan yang didasarkan pada saling menghormati, dialog, komunikasi, dan pemahaman.
Trump pada Januari 2019 menyatakan bahwa Maduro tidak sah dan harus lengser, dengan lebih dari 50 negara lain termasuk sebagian besar Eropa dan Amerika Latin setuju bahwa Guaido adalah presiden sementara yang sah.
Tetapi terlepas dari kampanye sanksi yang intens oleh Trump, Maduro tetap berkuasa dan menikmati dukungan berkelanjutan dari militer serta Rusia, China, dan Kuba.
Lebih dari lima juta orang Venezuela telah melarikan diri dalam beberapa tahun terakhir karena mereka melarikan diri dari ekonomi yang runtuh di mana makanan dan obat-obatan menjadi tidak terjangkau bagi banyak orang.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: