Selain itu, Selandia Baru juga akan memberlakukan larangan perjalanan pada para pemimpin militer Myanmar untuk beberapa pekan mendatang. Termasuk juga membatasi semua program bantuan yang diberikan melalui militer.
"Pesan kuat kami adalah kami akan melakukan apa yang kami bisa dari sini di Selandia Baru," kata Ardern dalam konferensi pers pada Senin (8/2), seperti dikutip
Sputnik.
Dalam pernyataan terpisah, Menteri Luar Negeri Nanaia Mahuta mengatakan Selandia Baru tidak mengakui pemerintahan yang dipimpin oleh militer Myanmar dan meminta mereka untuk segera membebaskan para pemimpin politik yang dipilih secara demokratis.
"Bersama dengan mitra kami di komunitas internasional, Selandia Baru terus memantau situasi di Myanmar. Kami menyambut baik pernyataan G7 dan Dewan Keamanan PBB yang mengutuk perebutan kekuasaan oleh militer," ujar Mahuta.
Selandia Baru menjadi satu di antara banyak negara yang telah menyatakan kecaman mereka atas kudeta militer di Myanmar, termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa.
Dewan Hak Asasi Manusia PBB sendiri mengatakan akan mengadakan sidang pada 11 Februari untuk membahas situasi di Myanmar.
Pekan lalu, militer Myanmar menggulingkan pemerintahan sipil dan menyatakan keadaan darurat selama satu tahun. Pemimpin militer Min Aung Hlaing menegaskan, itu dilakukan karena adanya kecurangan pemilu.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.