Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Meski Ada Upaya Penghapusan, Masih Banyak Pengguna Yang Bisa Temukan Konten Ekstremis Di YouTube

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 15 Februari 2021, 06:30 WIB
Meski Ada Upaya Penghapusan, Masih Banyak Pengguna Yang Bisa Temukan Konten Ekstremis Di YouTube
Ilustrasi/Net
rmol news logo Konten kekerasan dan ekstremis masih bisa dijumpai di platform YouTube menurut laporan Anti-Defamation League (ADL)  dalam studi terbarunya.

Setidaknya sebanyak sembilan persen pengguna masih bisa melihat konten semacam itu dari beberapa saluran bermuatan ekstremis.

Laporan yang diterbitakan pada Jumat ((12/2) mengatakan, telah ada upaya keras untuk menghapus konten bermuatan ekstremis dari platform YouTube, namun supremasi kulit putih dan konten alternatif serta ekstremis lainnya nyatanya tetap dapat diakses di platform tersebut.

“Penemuan menunjukkan perlunya platform bertindak untuk menghapus kelompok dan konten ekstremis brutal, termasuk teori konspirasi seperti QAnon yang memicu serangan 6 Januari di US Capitol,” kata laporan itu.

Ketua ADL, Jonathan Greenblatt, mengatakan sangat mudah bagi seseorang yang tertarik dengan konten eksremis untuk menemukan apa yang mereka cari di YouTube. Sehingga perlu bagi platform tersebut mengambil tindakan lebih lanjut untuk memastikan bahwa konten ekstremis dihapus dari platform mereka.

"Jika tidak, maka mereka harus dimintai pertanggungjawaban ketika sistem mereka, yang dibangun untuk melibatkan pengguna, benar-benar memperkuat konten berbahaya yang mengarah pada kekerasan," ujar Greenblatt, seperti dikutip dari Times of Israel, Minggu (14/2).

Pada 2017, platform berbagi video Google mengambil sikap yang lebih tegas terhadap konten supremasi, dengan membatasi tindakan seperti berbagi, merekomendasikan, dan mengomentari klip bermuatan ekstremis.

Pada 2019, diumumkan bahwa mereka juga akan menghapus materi yang menyangkal Holocaust atau mengagungkan Nazisme.

Belakangan platform terkemuka itu menindak penyebaran informasi yang salah dan teori konspirasi menjelang pemilihan presiden, dan memperluas upaya mereka setelah kerusuhan Capitol 6 Januari.

Sementara, YouTube melarang QAnon pada Oktober dan telah menindak akun yang memperkuat klaim tidak berdasar bahwa Trump memerangi musuh negara bagian dan kanibal yang mengoperasikan jaringan perdagangan seks anak.

Platform berbagi video itu juga membatalkan 'Bannon's War Room', saluran yang dijalankan oleh loyalis Trump, Steve Bannon, pada 8 Januari setelah ia menyebarkan klaim palsu dalam pemilu dan menyerukan pemenggalan Dr. Anthony Fauci, pakar penyakit menular terkemuka AS.

Selain itu, YouTube juga menghapus beberapa supremasi kulit putih terkenal dari platformnya tahun lalu, termasuk Nick Fuentes, Richard Spencer, dan David Duke. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA