Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lima Awak Kapal Terkatung-katung Di Laut Selama Lebih Dari Tiga Tahun Tanpa Digaji

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 15 Februari 2021, 16:01 WIB
Lima Awak Kapal Terkatung-katung Di Laut Selama Lebih Dari Tiga Tahun Tanpa Digaji
Kapal tanker minyak yang ditelantarkan pemiliknya/Net
rmol news logo Pantai Umm Al Quwain yang indah, di Uni Emirat Arab, hari itu menampilkan pemandangan yang tidak biasa. Sebuah kapal tanker minyak seberat 5.000 ton yang mendarat di sana telah membuat heran para pengunjung yang duduk berjemur menikmati kopi.

Kapal tanker itu adalah MT Iba yang berbendera Panama. Setelah tiga tahun terkatung-katung di laut lepas, menepi di pantai itu sebenarnya bukan pilihan terbaik. Itu adalah bab lain dalam cobaan berat yang harus di tanggung para awak kapal.

Lima pelaut yang berada di dalam kapal telah menahan derita begitu panjang. Saat ini, ketika kapal menepi di pantai Umm Al Quwain, mereka didera kebingungan yang sangat, apa yang harus mereka lakukan setelah perjuangan panjang di laut lepas tanpa makanan?

The Guardian menuliskan pada Minggu (14/2), bahwa  satu lagi kasus terburuk tentang pengabaian pelaut yang terungkap, sejak Kapten Ayyappan Swaminathan, yang menderita selama 18 bulan di kapal kargo MV Azraqmoiah di lepas pantai UEA, pada sekitaran 2019 lalu.

Lima pelaut di dalamnya mengungkapkan, mereka telah ditinggalkan oleh pemilik kapal. Gaji mereka belum dibayar selama 32 bulan, atau sekitar 4 juta dolar AS. Para pelaut itu dalam ketidakpastian. Jika mereka meninggalkan kapal, mereka akan kehilangan klaim atas ratusan dolar yang terhutang kepada mereka.

Kepala teknisi berusia 53 tahun asal Myanmar, Nay Win, mengatakan ia telah melewati penderitaan yang mengerikan dan sangat mengkhawatirkan keluarganya. Ia dikontrak untuk bekerja di kapal itu pada 2017 dan menurut perjanjianhanya satu tahun. Namun, nyatanya ia ditinggalkan selama bertaun-tahun di laut.

“Saya tidak dapat mengirim gaji untuk menghidupi keluarga saya, anak-anak saya tidak dapat belajar, mereka tidak dapat makan, mereka harus meminjam uang,” kata Nay.

Pelaut lainnya, Win, meninggalkan isteri dan anak-anaknya di mana saat ini di negaranya, Myanmar, sedang terjadi kudeta.

“Saya mengkhawatirkan keluarga saya, tentang Covid-19 dan situasi politik. Saya mengatakan kepada mereka, tetap di rumah, jangan pergi keluar," katanya seraya mengatakan hatinya hancur harus  membatalkan pendidikan universitas untuk anak-anaknya dan tidak mampu membayar tagihan medis untuk putrinya, yang memiliki masalah jantung. Satu-satunya harapan adalah gahinya dari pekerjaan di kapal tanker ini yang saat ini jauh dari harapan.

Pada Januari lalu, kapal yang hampir kehabisan bahan bakar itu menahan gelombang di perairan Teluk yang sibuk di Pelabuhan Al Hamriya, di utara Dubai. Dua jangkar patah. Awak kapal menghabiskan waktu 12 jam yang menakutkan saat Iba berada pada sudut 45 derajat.

“Saya memberi tahu pemiliknya bahwa rantai jangkar bisa putus kapan saja, tapi dia tidak peduli,” kata Win.

Alco Shipping telah masuk daftar hitam pemerintah India pada 2018 karena kasus pengabaian.

Yang membuat awak kapal semakin bingung, walau kapal menepi di pantai, mereka tidak bisa menginjakkan kaki di darat. Mereka berisiko ditahan karena tidak memiliki dokumen yang benar.

Paspor Win, yang kedaluwarsa saat dia di laut, tetap dipegang majikan sebelumnya. Dan dengan kudeta militer di negaranya, tidak jelas bagaimana dia akan mendapatkan paspor yang baru.

Lebih lanjut, hukum internasional melarang 'kapal hantu' di laut tanpa awak karena berbahaya bagi keselamatan.

Organisasi Maritim Internasional (IMO) mengatakan bahwa kasus pengabaian pelaut berada pada rekor tertinggi yang saat ini diperburuk oleh pandemi virus corona.  

Kapal dengan bendera Liberia, Malta, dan Panama, menempati kasus pengabaian terbanyak pada tahun lalu menurut data IMO dan Organisasi Perburuhan Internasional. Wilayah pengabaian kebanyakan terjadi di Timur Tengah dan Asia. UEA berada di urutan teratas pada tahun 2020, diikuti oleh China, Taiwan, Turki, dan Italia.

Yang menyedihkan lainnya dari kasus lima pelaut ini adalah, bahwa Alco Shiping managemen kapal itu telah dinyatakan bangkrut oleh bank. Syed Waqar Hasan yang telah mengambil alih operasi Alco Shipping, semenjak pemilik kapal Syed Ijaz Hasan, dipenjara pada tahun 2017 karena kejahatan keuangan.

“Saya mencoba untuk menyelesaikan masalah,” ujar Waqar Hasan kepada Guardian. “Saya merasa simpati kepada kru tapi tangan saya terikat. Tidak ada uang di Alco Shipping. Itu bangkrut. "

Ia menambahkan, “Ini rumit. (kapal) Iba digadaikan ke bank. Ada begitu banyak hutang yang belum dibayar. Para kru, gaji menumpuk. Tapi kami masih berharap ada satu pembeli untuk Iba." rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA