Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Soal Kesepakatan Nuklir, Menlu Iran: Jika Memang Takut Efeknya, Cabut Penyebabnya!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Jumat, 19 Februari 2021, 07:28 WIB
Soal Kesepakatan Nuklir, Menlu Iran: Jika Memang Takut Efeknya, Cabut Penyebabnya!
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif/Net
rmol news logo Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif angkat bicara terkait pertemuan antara tiga diplomat Uni Eropa dan Amerika di Paris pada Kamis (18/2) waktu setempat.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Lewat akun Twitternya, Zarif mengatakan bahwa Teheran menahan diri untuk mengakhiri inspeksi nuklir cepat oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), mendesak Amerika Serikat dan negara-negara E3 (Prancis, Jerman, dan Inggris) agar menghapus sanksi mereka terhadap Iran, jika memang negara-negara itu takut pada efeknya.

"Alih-alih menyesatkan dan membebani Iran, kelompok E3 dan UE harus mematuhi komitmennya sendiri dan menuntut diakhirinya warisan terorisme ekonomi Trump terhadap Iran. Langkah-langkah perbaikan kami adalah tanggapan atas pelanggaran AS dan E3. Hapus penyebabnya jika Anda takut efek. Kami akan mengikuti tindakan (dengan) tindakan," kata Zarif di Twitter, seperti dikutip dari Al-Arabiya, Jumat (19/2).

Sementara, para menteri luar negeri AS, Inggris, Jerman dan Prancis, usai pertemuan pada Kamis, menekankan kepentingan keamanan fundamental bersama dalam menegakkan rezim non-proliferasi nuklir dan memastikan bahwa Iran tidak akan pernah dapat mengembangkan senjata nuklir.

"E3 dan Amerika Serikat bersatu dalam menggarisbawahi sifat berbahaya dari keputusan untuk membatasi akses IAEA, dan mendesak Iran untuk mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan serius tersebut, terutama pada kesempatan diplomatik yang diperbarui saat ini," kata kementerian luar negeri Inggris dalam sebuah pernyataan.

Iran telah mengatakan pada hari Senin bahwa mereka memberi tahu Badan Energi Atom Internasional tentang rencananya untuk mengakhiri kewenangan inspeksi yang diberikan kepada badan tersebut berdasarkan kesepakatan nuklir 2015.

Pemerintahan Presiden Joe Biden bertujuan untuk mengembalikan Amerika Serikat ke kesepakatan, yang ditinggalkan pendahulunya Donald Trump pada 2018. Berdasarkan kesepakatan itu, Iran setuju untuk membatasi program pengayaan uraniumnya dengan imbalan pencabutan sanksi.

Setelah Trump mundur dan memberlakukan kembali sanksi, Iran mulai melanggar beberapa batasan kesepakatan tentang pengayaan uranium yang sensitif.

Hingga saat ini, Washington dan Teheran belum menemui titik temu tentang cara terbaik untuk memulihkan kesepakatan. Kedua belah pihak telah saling menuntut pihak lain bertindak terlebih dahulu untuk kembali ke kepatuhan.

E3 dan AS menyatakan keprihatinannya dan mengutuk langkah terbaru Iran untuk memperkaya uranium hingga 20 persen dan memproduksi logam uranium.

"Kegiatan ini tidak memiliki justifikasi sipil yang kredibel. Produksi logam uranium merupakan langkah kunci dalam pengembangan senjata nuklir," kata mereka.

Iran telah lama membantah upaya untuk mengembangkan senjata nuklir melalui pengayaan uranium, meskipun menteri intelijennya pekan lalu mengatakan tekanan terus-menerus dari Barat dapat mendorong Teheran untuk melawan seperti 'kucing yang terpojok' dan mencari senjata nuklir. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA