Belum adanya keputusan pasti membuat nasib perjanjian yang sudah berjalan selama dua dekade itu terombang-ambing.
"Saya belum tahu harus memutuskan apa. Membatalkan atau memperbarui," kata Duterte dalam pidatonya di televisi, seperti dikutip dari
Reuters, Kamis (25/2).
Ia mengatakan masih menunggu saran dan masukan, dan itu membutuhkan waktu.
Duterte mengatakan Amerika Serikat harus membayar lebih banyak jika ingin mempertahankan VFA.
Militer dari kedua negara menikmati hubungan dekat yang ditempa selama beberapa dekade latihan bersama yang telah meningkatkan kemampuan pasukan Filipina. Itu juga memberi Amerika Serikat pijakan penting di suatu daerah di mana kekuatan dan pengaruh China tumbuh.
Tahun lalu, Duterte mengirim surat kepada pejabat AS untuk mengakhiri perjanjian VFA. Juru bicara Presiden Filipina Salvador Panelo ketika itu mengatakan, keputusan itu dilihat sebagai penurunan resmi aliansi militer antara kedua negara di Laut China Selatan yang terjalin lama.
Namun tidak sedikit yang mengatakan keputusan Duterte itu terkai dengan penolakan AS pada pengajuan visa bagi sekutu politiknya Ronald Dela Rosa.
Pejabat pertahanan dari kedua negara berusaha menyelamatkan VFA, yang menopang perjanjian pertahanan timbal balik (MDT). Namun, Duterte telah mengancam akan membatalkan semuanya.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken telah menekankan pentingnya perjanjian pertahanan lama antara sekutu dan aplikasi yang jelas jika Manila datang diserang di Laut Cina Selatan.
Kedutaan Besar AS di Manila tidak segera menanggapi permintaan untuk mengomentari komentar Duterte
Di bawah perjanjian VFA yang ditandatangani pada 1988, pesawat dan kapal militer AS diizinkan bebas masuk ke Filipina. Personel militer AS juga dikenai visa berlibur dan kebijakan paspor di bawah perjanjian.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: