Pengadilan federal Washington mengatakan, Korea Utara berhutang dua kali lipat ganti rugi atas kurungan dan penderitaan para awak dan anggota keluarga mereka sebesar 1,15 miliar dolar AS.
Dalam putusan terakhirnya pada Rabu (24/2), pengadilan menyatakan ganti rugi sebesar 22 juta hingga 48 juta dolar AS kepada masingjmasing 49 awak yang selamat, dan jumlah yang lebih kecil untuk sekitar 100 anggota keluarga.
Pihak yang ditunjuk pemerintah untuk menangani kasus tersebut, Alan Balaran mengatakan nantinya ganti rugi akan dibagikan, sesuai mereka yang menderita efek samping jangka panjang, baik psikologis maupun fisik.
Lantaran menurut Balaran, hampir semua awak membutuhkan intervensi medis dan psikiatri setelah insiden tersebut.
"Banyak yang telah menjalani prosedur bedah invasif untuk memperbaiki kerusakan fisik akibat penyiksaan tanpa henti yang mereka alami sebagai tahanan," ujar Balaran, seperti dikutip
AFP.
"Beberapa telah mencoba untuk menghilangkan rasa sakit mereka melalui alkohol dan obat-obatan, dan sebagian besar telah melihat kehidupan rumah tangga dan/atau profesional mereka memburuk. Beberapa telah berpikir untuk bunuh diri," lanjutnya.
Gugatan terhadap Pyongyang sendiri baru diajukan pada 2018, setelah Departemen Kehakiman AS memutuskan pemerintah asing dapat dituntut jika mereka telah ditunjuk sebagai sponsor negara untuk terorisme internasional.
Sementara pada akhir 2017, pemerintahan Trump secara resmi menyatakan Korea Utara sebagai sponsor teror.
Pada 23 Januari 1968, USS Pueblo ditangkap oleh Korea Utara ketika melakukan pelayaran sebagai kapal mata-mata Angkatan Laut AS dengan kedok kapal penelitian lingkungan.
Pyongyang menyebut Pueblo berada di perairan Korea Utara ketika ditangkap, namun dibantah Washington.
Washington mengatakan, ketika itu AS tengah terperosok akibat perang di Vietnam, dan operator Korea Utara berusaha memasuki Korea Selatan untuk mencoba membunuh Presiden Park Chung-hee. Upaya itu gagal, tetapi sejumlah warga Korea Selatan tewas.
Sebanyak 83 awak ditahan oleh Korea Utara, dan salah satunya dibunuh. Mereka dilaporkan mengalmi pelecehan mental dan fisik sebelum dibebaskan pada Desember 1968, setelah proses negosiasi panjang.
Pyongyang sendiri masih menahan Pueblo dan menjadikannya sebagai museum. Meski Angkatan Laut AS masih mempertahankannya di daftar kapal aktifnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: