Di Yangon, polisi dilaporkan meningkatkan kekerasan terhadap pengunjuk rasa dengan menembakkan peluru karet. Pada awalnya, para pengunjuk rasa berusaha berkumpul di di persimpangan Myanigone.
Ratusan pengunjuk rasa etnis Mon berkumpul di Myanigone untuk memperingati Hari Nasional Mon, bergabung dengan kelompok etnis minoritas lainnya untuk memprotes kudeta.
Mereka menyebar ke jalan-jalan perumahan yang lebih kecil dan mulai membangun barikade darurat dari kawat berduri dan meja untuk menghentikan polisi. Banyak yang memakai topi pelindung dan masker gas, menggunakan perisai buatan sendiri untuk perlindungan.
"Apa yang polisi lakukan? Mereka melindungi seorang diktator gila!" teriak para pengunjuk rasa ketika dibubarkan polisi, seperti dimuat
AFP.
Seorag wartawan lokal yang menyiarkan adegan kacau tersebut di Facebook. Terdengar suara-suara tembakan di lapangan.
Menurut polisi, sedikitnya 15 orang telah ditangkap dalam insiden itu. Tiga di antaranya merupakan jurnalis, yaitu seorang fotografer Associated Press, jurnalis video Myanmar Now, dan fotografer Myanmr Pressphoto Agency.
Sebelumnya, Jumat (26/2), Duta Besar Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun menyatakan kesetiaannya pada pemerintahan sipil yang digulingkan dan meminta dunia untuk menekan militer agar menyerahkan kembali kekuasaan.
"Kami membutuhkan tindakan sekuat mungkin dari komunitas internasional untuk segera mengakhiri kudeta militer, menghentikan penindasan terhadap orang -orang tak berdosa, mengembalikan kekuasaan negara kepada rakyat, dan memulihkan demokrasi," ujarnya.
Dalam bahasa Burma, ia juga mendorong warga Myanmar untuk terus berjuang melawan kekuasaan militer.
"Revolusi ini harus menang," katanya sambil memberikan salam tiga jari yang telah menjadi simbol perlawanan terhadap junta.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: