Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

UNICEF: Pandemi Berpotensi Menambah Angka Penikahan Dini

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Senin, 08 Maret 2021, 09:05 WIB
UNICEF: Pandemi Berpotensi Menambah Angka Penikahan Dini
Kampanye menolak pernikahan dini/Net
rmol news logo Dampak sosial akibat pandemi Covid-19 banyak dialami anak-anak perempuan, di mana angka pernikahan dini semakin bertambah.

Begitu hasil analisis UNICEF bertajuk "COVID-19: A Threat to Progress Against Child Marriage" yang dirilis pada Senin (8/3), bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional.

Analisis menunjukkan, ada tambahan 10 juta pernikahan dini dalam satu dekade terakhir. Kondisi pandemi Covid-19 telah menjadi kemunduran upaya melawan pernikahan dini.

"Penutupan sekolah, tekanan ekonomi, gangguan layanan, kehamilan dan kematian orang tua karena pandemi membuat gadis-gadis yang paling rentan berisiko tinggi menikah di bawah umur," kata  UNICEF, seperti dikutip AFP.

Menurut UNICEF, dalam 10 tahun terakhir,  proporsi anak perempuan yang menikah telah menurun sebesar 15 persen. Namun kemajuan itu berada di bawah ancaman karena pandemi.

"Covid-19 telah membuat situasi yang sudah sulit bagi jutaan anak perempuan menjadi lebih buruk," kata direktur eksekutif UNICEF, Henrietta Fore.

"Sekolah-sekolah yang ditutup, isolasi dari teman-teman dan jaringan pendukung, dan meningkatnya kemiskinan telah menambah bahan bakar ke dalam api yang sudah berjuang untuk dipadamkan dunia," tambahnya.

Dalam penelitian itu, anak perempuan yang menikah di masa kanak-kanak lebih mungkin mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan kecil kemungkinannya untuk tetap bersekolah. Mereka menghadapi peningkatan risiko kehamilan dini dan tidak direncanakan, serta komplikasi dan kematian ibu.

Isolasi dari keluarga dan teman-teman juga dapat berdampak berat pada kesehatan mental mereka.

Sementara itu, pembatasan perjalanan terkait pandemi dan jarak fisik telah mempersulit anak perempuan untuk mengakses perawatan kesehatan, layanan sosial, dan dukungan komunitas yang melindungi mereka dari pernikahan dini, kehamilan yang tidak diinginkan, dan kekerasan berbasis gender, sekaligus membuat mereka putus sekolah.

Selain itu, keluarga yang menghadapi kesulitan ekonomi mungkin berupaya menikahkan putri mereka untuk meringankan beban keuangan.

Laporan tersebut memperkirakan bahwa 650 juta gadis dan wanita yang hidup saat ini menikah di masa kanak-kanak, sekitar setengah dari mereka di Bangladesh, Brasil, Ethiopia, India dan Nigeria.

Fore menyerukan negara-negara untuk membuka kembali sekolah, menerapkan reformasi hukum, memastikan akses ke layanan kesehatan dan sosial sambil memberikan langkah-langkah untuk melindungi keluarga.

Menurutnya, hal itu dapat secara signifikan mengurangi risiko pernikahan dini. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA