Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dua Tahun Pembantaian Christchurch, PM Jacinda Ardern: Selandia Baru Punya Kewajiban Dukung Komunitas Muslim

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Sabtu, 13 Maret 2021, 22:26 WIB
Dua Tahun Pembantaian Christchurch, PM Jacinda Ardern: Selandia Baru Punya Kewajiban Dukung Komunitas Muslim
Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda/Net
rmol news logo Selandia Baru memperingati tahun kedua peristiwa berdarah di dua masjid Christchurch, di mana 51 jamaah tewas oleh serangan teroris supremasi kulit putih.

Ratusan orang berkumpul di Christchurch Arena pada Sabtu (13/3) waktu setempat. Mereka melakukan doa bersama dan zikir yang juga disiarkan secara langsung.

Tahun lalu, acara tersebut sempat dibatalkan karena penyebaran virus corona yang tiba-tiba.

Acara tersebut dihadiri juga oleh Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern. Kepada hadirin yang hadir, Ardern mengatakan bahwa ketika mempersiapkan pidatonya, dia tidak tahu harus berkata apa karena kata-kata tidak akan pernah mengubah apa yang terjadi.

Ardern, yang secara luas dipuji atas belas kasih yang ditunjukkan kepada para penyintas dan keluarga korban penembakan dan langkah cepatnya untuk memperketat kendali senjata api di Selandia Baru, mengatakan bahwa kata-kata tidak akan pernah mengubah apa yang terjadi.

“Komunitas Muslim telah mengalami kebencian dan rasisme bahkan sebelum serangan, dan kata-kata harus digunakan untuk perubahan,” ujarnya, seperti dikutip dari Daily Sabah.

“Selandia Baru memiliki ‘kewajiban’ untuk mendukung komunitas Muslimnya,” tegas Ardern.

“Akan ada warisan yang tidak perlu dipertanyakan lagi mulai 15 Maret. Banyak dari itu akan memilukan. Tapi tidak pernah terlalu dini atau terlambat untuk warisan menjadi bangsa yang lebih inklusif,” ujarnya.

Kiran Munir, yang suaminya Haroon Mahmood tewas dalam serangan teror tersebut, mengatakan kepada hadirin bahwa dia telah kehilangan cinta dalam hidupnya dan belahan jiwanya. Dia berkata bahwa suaminya adalah ayah yang penyayang dari dua anak mereka. Dia mengaku baru saja menyelesaikan gelar doktor dan menantikan upacara kelulusannya saat terakhir kali dia melihat wajah tersenyumnya.

“Sedikit yang saya tahu bahwa lain kali saya akan melihatnya, tubuh dan jiwa tidak akan bersama,” katanya.

“Sedikit yang saya tahu bahwa hari tergelap dalam sejarah Selandia Baru telah menyingsing. Hari itu hatiku hancur menjadi seribu potongan, seperti hati 50 keluarga lainnya,” tambahnya.

Kisah lain datang dari Temel Atacocugu, yang selamat dari tembakan sembilan kali selama serangan di masjid Al Noor, mengatakan pembantaian itu disebabkan oleh rasisme dan ketidaktahuan.

“Mereka menyerang seluruh umat manusia,” katanya.

Dia mengatakan para penyintas tidak akan pernah bisa menghapus rasa sakit di hati mereka dan tidak akan pernah sama lagi.

“Namun, masa depan ada di tangan kita. Kami akan terus maju dan kami akan menjadi positif bersama-sama,” ujarnya.

Dalam serangan 15 Maret 2019, warga Australia Brenton Tarrant menewaskan 44 orang di masjid Al Noor selama sholat Jumat sebelum mengemudi ke masjid Linwood, di mana dia membunuh tujuh orang lainnya di tempat itu.

Tahun lalu Tarrant (30) mengaku bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan dan satu dakwaan terorisme, Dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.

Setelah serangan tersebut, Selandia Baru segera mengeluarkan undang-undang baru yang melarang peredaran jenis senjata semi-otomatis paling mematikan.

Selama upacara peringatan, polisi bersenjata ditempatkan di luar tempat tersebut dan seekor anjing pelacak memeriksa tas orang-orang yang memasuki gedung. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA