Pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri Inggris itu muncul setelah Beijing mengumumkan perombakan sistem pemilu di Hong Kong.
"Inggris sekarang menganggap Beijing berada dalam keadaan ketidakpatuhan yang berkelanjutan terhadap Deklarasi Bersama Sino-Inggris," ujar kementerian pada Sabtu (13/3), seperti dikutip
CNA.
Berdasarkan perjanjian tersebut, Beijing berkomitmen untuk menjamin status khusus Hong Kong, termasuk otonomi tingkat tinggi agar Hong Kong dapat mengelola urusannya sendiri.
Tetapi Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab mengatakan, keputusan Beijing untuk mereformasi sistem pemilu Hong Kong, termasuk membatasi partisipasi merupakan pelanggaran yang jelas dari perjanjian tersebut.
"Ini adalah bagian dari pola yang dirancang untuk melecehkan dan membungkam semua suara yang mengkritik kebijakan China dan merupakan pelanggaran ketiga Deklarasi Bersama dalam waktu kurang dari sembilan bulan," tegas Raab.
"Saya sekarang harus melaporkan bahwa Inggris menganggap Beijing sedang dalam keadaan tidak mematuhi Deklarasi Bersama," tambahnya.
Pada Kamis (11/3), China telah menyetujui aturan baru yang membuat Beijing memiliki wewenang untuk memveto kandidat yang mencalonkan diri pada pemilu Hong Kong.
Menurut Raab, aturan itu merupakan bentuk pelanggaran perjanjian oleh China.
"Inggris akan terus membela rakyat Hong Kong. China harus bertindak sesuai dengan kewajiban hukumnya dan menghormati hak-hak fundamental dan kebebasan di Hong Kong.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: