Jurubicara pemerintah, Keheliya Rambukwella pada Selas (16/3) mengatakan, larangan penggunaan burqa merupakan keputusan yang serius, membutuhkan konsultasi, dan konsensus.
"Itu akan dilakukan dengan konsultasi Jadi butuh waktu," ujarnya, seperti dalam laporan
AP.
Usulan larangan penggunaan burqa diajukan oleh Menteri Keamanan Publik Sarath Weerasekara kepada kabinet. Lantaran burqa yang digunakan oleh beberapa wanita Muslim akan berdampak langsung pada keamanan nasional.
Sebelumnya, Duta Besar Pakistan untuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Saad Khattak menyatakan keprihatinan tentang usulan tersebut karena akan melukai perasaan umat Muslim.
Pelapor khusus PBB untuk kebebasan beragama atau berkeyakinan, Ahmed Shaheed menyebut larangan itu tidak sesuai dengan hukum internasional dan hak kebebasan berekspresi beragama.
Pada 2019, Sri Lanka sempat melarang penggunaan burqa untuk sementara setelah insiden serangan bom di gereja dan hotel yang menewaskan lebih dari 260 orang.
Selain berencana kembali melarang penggunaan burqa, Sri Lanka juga memicu kontroversi dengan akan menutup lebih dari 1.000 sekolah Islam atau madrasah karena tidak terdaftar dan tidak mengikuti kebijakan pendidikan nasional.
Di Sri Lanka, Muslim membentuk sekitar 9 persen dari 22 juta populasi. Sementara umat Buddha mencakup lebih dari 70 persen, dan 15 persen lainnya adalah etnis minoritas Tamil yang mayoritas beragama Hindu.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: