Sejak 1 Februari, Myanmar dilanda kekacauan setelah angkatan bersenjata atau Tatmadaw merebut kekuasaan dari pemerintahan sipil. Langkah itu diikuti dengan gelombang protes nasional yang diwarnai kekerasan dari petugas keamanan.
Dari laporan
Reuters, raturan orang meninggalkan Myanmar untuk mencari perlindungan di daerah yang dikendalikan oleh milisi etnis di perbatasan Thailand.
Pihak berwenang Thailand sendiri telah menetapkan wilayah untuk menampung lebih dari 43.000 orang di distrik Mae Sot di Thailand barat yang berbatasan dengan Myanmar di barat.
Menurut kolonel tentara Thailand Prasan Henprasert, patroli perbatasan juga telah ditingkatkan untuk mempersiapkan masuknya pengungsi.
"Jika ada bentrokan, maka kami harus menilai situasi dan menyiapkan tempat," ujarnya, seperti dikutip
Sputnik, Jumat (19/3).
"Berdasarkan pengalaman kami, banyak orang mungkin menyeberang dan kembali ketika situasinya lebih aman karena mereka memiliki rumah di sisi lain," lanjutnya.
Seorang pejabat dari Persatuan Nasional Karen (KNU), sebuah organisasi politik dengan tentara yang mengaku mewakili orang Karen di Myanmar, mengatakan bahwa seribu orang berlindung di dalam wilayah yang dikuasai KNU.
"Ratusan orang sekarang berada di daerah kami,†kata kepala urusan luar negeri KNU, Padoh Saw Taw Nee.
"Beberapa adalah pemimpin unjuk rasa, beberapa terlibat dalam CDM (kampanye pembangkangan sipil), staf pemerintah, pembelot polisi dan militer dan kemudian juga beberapa anggota parlemen dan dokter," tambahnya.
Ada lebih dari dua lusin milisi etnis di perbatasan Myanmar. Banyak dari kelompok bersenjata itu, termasuk KNU, mengecam kudeta tersebut.
“Kami sangat mendukung gerakan CDM dan demonstrasi rakyat,†kata Padoh Saw Taw Nee.
Sejak kerusuhan pertama meletus, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) menyebut setidaknya 217 orang meninggal dunia oleh pasukan keamanan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: