Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Referendum Swiss Terkait IE-CEPA Tidak Hanya Soal Kelapa Sawit

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Jumat, 19 Maret 2021, 17:13 WIB
Referendum Swiss Terkait IE-CEPA Tidak Hanya Soal Kelapa Sawit
Dutabesar Indonesia utuk Swiss Muliaman Hadad dalam diskusi virtual yang dilaksanakan oleh Narasi Institute/RMOL
rmol news logo Indonesia jadi pembahasan hangat di kalangan masyarakat Swiss pada awal Maret lalu, tepatnya ketika pemeritah Swiss menggelar referendum terkait dengan Comprehensive Ekonomic Partnership Agreement (CEPA) antara Indonesia dan European Free Trade Association (EFTA) atau kerap disebut IE-CEPA.

Tepatnya pada Minggu (7/3), sekitar 51,6 persen pemilih di Swiss mengatakan "Ja" atau "Yes" untuk referendum yang menyakan pertanyaan, "Do you accept the Federal Decree of 20 December 2019 approving the wide-ranging economic partnership agreement between EFTA states and Indonesia?".

Dengan demikian, hasil referendum tersebut menunjukkan bahwa mayoritas warga Swiss setuju agar negaranya dan juga  negara lainnya yang tergabung dalam EFTA seperti Norwegia, Islandia dan Liechtenstein untuk mengembangkan perdagangan bebas dengan Indonesia.

"Ini jadi semacam trending topic yang luas hingga ke pelosok Swiss, karena baru satu negara ini (Indonesia) yang bahkan menjadi referendum, tidak pernah ada referendum terkait dengan satu negara," kata Dutabesar Indonesia utuk Swiss Muliaman Hadad dalam Zoominari Kebijakan Publik bertajuk "Tindak Lanjut Setelah Referendum Swiss (IE-CEPA)" yang dilaksanakan oleh Narasi Institute pada Jumat (19/3).

"Jadi jika biasanya warga Swiss hanya kenal Indonesia dengan pantainya yang indah, Bali, sekarang mereka jadi tahu bahwa Indonesia punya potensi ekonomi yang luar biasa," sambungnya.

Dia menjelaskan bahwa IE-CEPA merupakan perjanjian yang komprehensif dan mengatur banyak aspek, sehingga fokus utamanya bukanlah kelapa sawit, sebagaimana topik yang banyak mendapat sorotan.

"Perjanjian ini tidak melulu terkait dengan kelapa sawit. Perjanjian ini bersifat komprehensif, mulai dari perdagangan, investasi, intelectual property right, government procurement, sustainibility, capacity building serta dispute resolution dan juga young professional program," paparnya.

Lebih lanjut Mulaiman menjelaskan bahwa referendum Swiss menjadi semacam momentum besar yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia. Pasalnya, di antara negara-negara yang tergabung dalam EFTA, Swiss merupakan negara dengan potensi ekonomi yang besar serta memiliki standar yang tinggi dalam hal perdagangan barang dan jasa.

"Di antara EFTA, Swiss sangat dominan. Jadi referendum Swiss ini akan sangat ditunggu hasilnya," tambahnya.

Bukan hanya itu, sambung Mulaiman, mayoritas ekonomi di Swiss juga dekat dengan Uni Eropa.

"Swiss bisa dijadikan pintu masuk bagi Indonesia ke pasar Uni Eropa," ujarnya.

Sayangnya, di tengah perkembangan tersebut, isu kelapa sawit jadi buah bibir di publik Swiss. Mulai dari akademisi hingga anggota LSM ikut angkat bicara untuk menyoroti persoalan kelapa sawit dalam referendum dan IE-CEPA.

"Padahal jika melihat pertanyaan dalam referendum kemarin, tidak disebutkan soal kelapa sawit. Namun, referendum ini bisa jadi kesempatan bagi Indonesia untuk menunjukkan kebijakan perbaruannya terutama terkait dengan sustainibility dalam kelapa sawit," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA