Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Inggris Pangkas Bantuan Luar Negeri, Peneliti Afrika Elus Dada

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Minggu, 28 Maret 2021, 20:10 WIB
Inggris Pangkas Bantuan Luar Negeri, Peneliti Afrika Elus Dada
Anak-anak di Kenya bagian utara menggali lubang di dasar sungai untuk mengambil air/Getty Images
rmol news logo Keputusan pemerintah Inggris untuk memangkas bantuan luar negeri pada awal bulan Maret ini menjadi semacam mimpi buruk bari proyek sains di kawasan Afrika.

Betapa tidak, langkah Inggris tersebut berimbas pada pemotongan hingga 70 persen dalam hibah penelitian asing yang diberikan oleh Departemen Strategi Bisnis, Energi, dan Industri dan didistribusikan oleh Royal Society.

Untuk diketahui, Royal Society adalah organisasi yang didirikan pada tahun 1660 dengan tujuan memajukan ilmu pengetahuan. Organisasi ini mendapat piagam dukungan dari raja Inggris saat itu, Charles II pada 1662.

Organisasi ini juga bertugas mendistribusikan bantuan dan itu kepada lembaga-lembaga penelitian di Afrika dengan tujuan memajukan sains di kawasan tersebut.

Karena itulah, keputusan pemotongan bantuan luar negeri yang diambil oleh Inggris bak petir di siang bolong bagi para peneliti di Afrika.

Salah satu korban pertama dari keputusan ini adalah lembaga Future Leaders-African Independent Research (Flair) yang mendanai sejumlah ilmuan andal di Afrika, satu di antaranya adalah Anita Etale.

Selama dua tahun, Etale yang merupakan wanita kelahiran Rwanda telah memimpin upaya untuk mengembangkan metode murah untuk membersihkan pasokan air yang terkontaminasi. Ini adalah masalah yang meluas di Afrika. Dia hadir untuk mengembangkan ilmu pengetahuan demi mengatasi masalah tersebut.

Berbasis di Witwatersrand University di Johannesburg, Afrika Selatan, Etale mendapat hibah 300 ribu poundsterling dari Royal Society Inggris pada tahun 2019 untuk membangun tim peneliti, yang kemudian mengembangkan filter pembersih menggunakan jagung dan tunggul tebu.
 
"Menemukan bahan sumber yang murah sangat penting untuk membuat filter yang terjangkau," kata Etale.

Mereka menerbitkan beberapa makalah tentang teknologi dan sedang mempersiapkan untuk membuat filter prototipe dengan dana sekitar 450 ribu poundsterling yang dijanjikan oleh Royal Society.

Tapi dua minggu lalu, Etale tiba-tiba diberitahu bahwa semua pendanaan di masa depan telah dibatalkan sebagai dampak dari keputusan terbaru pemerintah Inggris untuk memangkas bantuan luar negeri.

"Reaksi saya adalah salah satu dari kekecewaan, kesedihan dan ketidakpercayaan bahwa Inggris dapat melakukan sesuatu yang brutal ini," kata Etale, seperti dikabarkan The Guardian (Minggu, 28/3).

Etale tidak sendiri, sejumlah peneliti lain yang bekerja di Afrika, dalam proyek yang bertujuan membantu benua itu memerangi keadaan darurat iklim, mengembangkan sumber energi terbarukan dan memerangi hilangnya keanekaragaman hayati, juga menghadapi kekecewaan serupa. Tanpa peringatan, mereka diberitahukan bahwa dana yang dijanjikan telah dibatalkan.

Menghadapi hal tersebut, presiden Royal Society Sir Adrian Smith memperingatkan soal pengaruh China yang semakin berkembang di Afrika. Dia memperingatkan bahwa ketika para peneliti mencari dana untuk penelitian yang menjanjikan di masa depan, mereka akan mengingat perilaku Inggris dan mencari kolaborator internasional di tempat lain.

"(Pemotongan itu) akan dicatat oleh kekuatan sains lain yang berusaha memperkuat hubungan penelitian mereka dengan sub-Sahara Afrika," kata Smith dalam sepucuk surat kepada Sekretaris Bisnis Kwasi Kwarteng. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA