Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Usai Negosiasi Panjang, Dewan Keamanan PBB Kutuk Kekerasan Militer Di Myanmar

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Jumat, 02 April 2021, 09:59 WIB
Usai Negosiasi Panjang, Dewan Keamanan PBB Kutuk Kekerasan Militer Di Myanmar
Aksi protes menolak kudeta militer di Myanmar/Net
rmol news logo Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) mengeluarkan pernyataan untuk mengutuk kekerasan terhadap pengunjuk rasa dan warga sipil di Myanmar.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Pernyataan yang dirilis pada Kamis malam (1/4) itu dirancang oleh Inggris dan disepakati oleh semua 15 anggota DK PBB. Pernyataan itu sebagai salah satu hasil pertemuan khusus yang dilakukan dewan sejak Rabu (31/1).

DK PBB menyatakan keprihatinan mendalam atas situasi yang cepat memburuk di Myanmar, dan menegaskan kembali militer untuk menahan diri.

Draf asli yang dikutip Associated Press menyebutkan bahwa DK PBB siap untuk mempertimbangkan langkah-langkah lebih lanjut, termasuk sanksi.

Tetapi atas desakan China, rujukan "langkah lebih lanjut" dihilangkan, dan diganti dengan "menekankan bahwa dewan akan terus memantau situasi dengan cermat dan akan tetap aktif menangani masalah tersebut".

Selain itu, dalam draf asli juga digunakan bahasa yang lebih kuat. Tetapi desakan China membuat kata "pembunuh" dan "menyesalkan" diubah.

Menurut diplomat Rusia, pernyataan dewan juga menyerukan agar semua pihak menahan diri dan menuntut diperlukannya menghormati hak asasi manusia, serta untuk mengupayakan dialog dan rekonsiliasi.

Lewat pernyataan lain, utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener memperingatkan bahwa Myanmar kemungkinan akan menghadapi perang saudara, bahkan menjadi "negara gagal".

Burgener kemudian mendesak DK PBB untuk mempertimbangkan tindakan yang berpotensi signifikan untuk menangani situasi di Myanmar.

Kekacauan di Myanmar terjadi setelah militer merebut kekuasaan dan menggulingkan pemerintahan sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi pada 1 Februari. Setelahnya, warga yang marah melakukan aksi protes, yang dibalas dengan tindakan kekerasan oleh aparat keamanan.

Hingga Rabu (31/1), Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik menyebut sudah ada sekitar 536 orang yang meninggal dunia, dan 2.729 ditangkap. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA