Pilpres kali ini Guelleh hanya menghadapi satu penantang, yaitu kandidat independen Zakaria Ismail Farah, yang menghentikan kampanye lebih awal sambil menegaskan bahwa dia tidak dapat melakukannya dengan aman. Sebagai bentuk protes, dia muncul dengan mulut tertutup selotip.
Banyak kritikus yang menyebut Guelleh sebagai diktator bertangan besi, tetapi orang lain di Djibouti melihatnya sebagai kekuatan pendorong dalam pembangunan negara dan stabilitas relatif. Negara ini terletak di Laut Merah di sepanjang salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia.
Guelleh telah berkuasa sejak 1999 setelah pendahulunya, presiden pertama negara itu Hassan Guled Aptidon, meninggal dunia. Djibouti memenangkan kemerdekaan dari Prancis pada tahun 1977.
Guelleh mengatakan kepada wartawan beberapa hari yang lalu bahwa dia tidak lagi tertarik pada kekuasaan tetapi hanya menanggapi keinginan rakyat.
“Rakyatku, Djibouti, yang memintaku untuk mencalonkan diri lagi dan tidak meninggalkan mereka demi kemakmuran bangsa,†katanya, seperti dikutip dari
AFP, Jumat (9/4).
Jika menang, masa jabatan kelima Guelleh diprediksi akan menjadi yang terakhir setelah reformasi konstitusi 2010 membatalkan batas masa jabatan sambil memperkenalkan batas usia 75 tahun, yang akan menguncinya dari pemilihan di masa depan, mengingat saat ini usia Guelleh sudah 73 tahun.
Lebih dari 205.000 orang terdaftar untuk memilih di Djibouti, yang memiliki populasi lebih dari 600.000. Negara tersebut merupakan campuran etnis Somalia, Afar dan Arab.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.