Dalam sebuah pernyataan baru-baru ini, Lavrov mengatakan ia sangat prihatin atas tudingan-tudingan yang menuduh Rusia dan sekutunya China memanfaatkan vaksin sebagai alat geopolitik.
"Ini adalah cerminan dari masalah yang berkaitan dengan vaksinasi di Barat, termasuk di UE," katanya. "Kami tidak pernah membuat pernyataan kritis dengan tidak masuk akal, dan kami tidak pernah bersukacita atas kemalangan mereka, termasuk dalam hal vaksin," kata Lavrov dalam konferensi pers bersama dengan Wakil Perdana Menteri Kazakhstan dan Menteri Luar Negeri Mukhtar Tleuberdi, seperti dikutip dari
CGTN, Sabtu (10/4).
"Sementara Presiden kami berbicara tentang kerja sama dan mengumpulkan upaya, politisi Barat, melihat situasi dari sudut pandang yang berbeda, menilai dari reaksi mereka," kata Lavrov.
“Kami bekerjasama dengan mereka yang menginginkan ini (kerjasama), yang peduli pada kesehatan rakyatnya,†tambahnya.
Sementara, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan vaksin adalah senjata untuk melawan pandemi global dan menyelamatkan nyawa, bukan alat untuk manuver politik.
Itu disampaikan Zhao sebagai tanggapan atas klaim Taiwan bahwa China akan membantu Paraguay dengan vaksin jika negara memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan.
Karena terbatasnya jumlah vaksin Covid-19 yang disetujui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada banyak kritik tentang nasionalisme vaksin karena laporan media menyoroti bahwa vaksin diblokir atau didistribusikan secara tidak merata.
Dalam wawancara dengan Bloomberg, Presiden Indonesia Joko Widodo mengecam negara-negara kaya untuk nasionalisme vaksin, dengan mengatakan bahwa "negara miskin, negara berkembang, negara maju harus diberikan perlakuan yang sama. Jika tidak, pandemi tidak akan berakhir."
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: