Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Junta Myanmar Batasi Internet, Aktivis Gencar Sebar Buletin Bawah Tanah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Minggu, 11 April 2021, 13:08 WIB
Junta Myanmar Batasi Internet, Aktivis Gencar Sebar Buletin Bawah Tanah
Buletin Molotov yang dicetak oleh para aktivis di Myanmar/Net
rmol news logo Pembatasan internet oleh junta militer Myanmar membuat para aktivis revolusi mencari alternatif lain dengan buletin cetak bawah tanah.

Seorang aktivis berusia 30-an tahun bernama Lynn Thant (bukan nama asli) memulai buletin bawah tanah dan menamainya sebagai "Molotov".

"Ini adalah tanggapan kami terhadap mereka yang memperlambat arus informasi, dan itu merupakan ancaman bagi kami," ujarnya, seperti dikutip AFP.

Ribuan pembaca di seluruh negeri mengunduh versi PDF dari publikasi tersebut dan mencetak serta mendistribusikan salinan fisiknya ke seluruh lingkungan di Yangon dan Mandalay, serta daerah lainnya.

Meski menyadari risiko besar untuk membuat buletin tersebut, Lynn Thant tidak gentar.

"Jika kita menulis literatur revolusioner dan mendistribusikannya seperti ini, kita bisa berakhir di penjara selama bertahun-tahun," ujarnya.

"Bahkan jika salah satu dari kita ditangkap, ada anak muda yang akan terus memproduksi buletin Molotov. Bahkan jika salah satu dari kita terbunuh, orang lain akan muncul ketika seseorang jatuh. Buletin Molotov ini akan terus ada hingga revolusi berhasil," tambahnya.

Dia mengatakan sejauh ini publikasi tersebut telah menjangkau lebih dari 30 ribu orang di Facebook dan audiens utamanya adalah para aktivis Generasi Z.

Myanmar telah hidup di bawah kekuasaan militer selama 49 tahun sebelum beralih ke demokrasi pada 2011.

Selama itu, Myanmar memiliki sejarah panjang publikasi bawah tanah. Media independen berada di bawah ancaman, dengan 64 jurnalis ditangkap sejak kudeta dan 33 masih ditahan.

Menurut kelompok pemantau NetBlocks, selama 56 hari berturut-turut telah terjadi pemadaman Internet di Myanmar yang dilanda kudeta.

Data dari Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) menunjukkan lebih dari 3.000 orang ditangkap dan lebih dari 700 orang meninggal dunia sejak militer mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA