Alih-alih, mereka melakukan gerakan pembangkangan sipil dalam doa dan diam-diam di seluruh negeri.
"Kami tidak merayakan Thingyan tahun ini karena lebih dari 700 jiwa pemberani kami yang tidak bersalah telah terbunuh," ujar seorang aktivis bernama Shwe Ei di Twitter.
Liburan Tahun Baru Thingyan berlangsung lima hari, biasanya dirayakan dengan doa, ritual pembersihan patung Buddha di kuil, dan penyiraman air di jalanan.
Para wanita yang mengenakan pakaian bagus sambil memegang pot tradisional berisi tujuh bunga dan tangkai untuk hari pertama.
Banyak orang juga melukis penghormatan tiga jari para pengunjuk rasa di pot Thingyan mereka. Sementara beberapa lainnya membubuhi pesan "Selamatkan Myanmar".
Menurut laporan media, berbagai protes dalam skala kecil dilakukan di banyak kota. Tidak ada laporan kekerasan, tetapi informasi sulit didapatkan karena pembatasan internet oleh junta.
Ini adalah tahun kedua berturut-turut perayaan tahun baru dibatalkan. Tahun lalu, itu karena virus corona.
“Kami tidak bisa menikmati tahun ini. Kami akan merayakannya begitu kami mendapatkan demokrasi," kata pengguna Twitter lainnya, Su Su Soe.
Perebutan kekuasaan oleh junta di Myanmar terjadi pada 1 Februari. Para penentang pemerintahan militer telah melakukan protes setiap hari yang dibalas dengan kekerasan petugas keamanan.
Data dari Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) menunjukkan, pasukan keamanan telah menewaskan 710 pengunjuk rasa sejak kudeta, dengan ribuan lainnya ditahan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: