Aplikasi yang disebut dengan "elarm" itu diujicobakan pada pekerja perbatasan Selandia Baru mulai hari ini (Kamis, 15/4).
Aplikasi ini terhubung ke perangkat yang dapat dikenakan seperti pelacak kebugaran dan jam tangan pintar. Aplikasi ini menggunakan kecerdasan buatan untuk memeriksa variabel seperti detak jantung dan suhu seseorang untuk mengetahui tanda-tanda Covid-19.
Pengembang aplikasi tersebut, Detamine yang juga berbasis di Selandia Baru, mengklaim bahwa aplikasi ciptaan mereka dapat mendeteksi virus corona dengan akurasi 90 persen hingga tiga hari sebelum munculnya gejala seperti batuk, kesulitan bernapas, dan kelelahan.
Sementara itu, Departemen Kesehatan Selandia Baru mengklaim bahwa sistem tersebut dapat memberikan peringatan dini yang vital bagi pekerja di perbatasan yang menghadapi risiko paling besar terpapar virus corona.
"Jika aplikasi elarm memenuhi potensinya, itu mungkin memberikan pemberitahuan awal kepada tenaga kerja perbatasan kritis kami jika mereka menjadi tidak sehat," kata wakil direktur kesehatan Selandia Baru Shayne Hunter.
"Itu berarti mereka dapat mengambil tindakan yang sesuai seperti mengisolasi diri dan diuji untuk Covid-19," sambungnya, seperti dikabarkan
Channel News Asia.
Hunter menyebut, sekitar 500 pekerja perbatasan akan mengambil bagian dalam uji coba aplikasi selama sebulan.
Teknologi tersebut menggunakan kecerdasan buatan untuk menetapkan dasar kesehatan bagi setiap pengguna, lalu memberi tahu mereka jika ada perubahan fisiologis yang konsisten dengan Covid-19.
Pemerintah mengatakan privasi para pekerja perbatasan dijamin dan hanya mereka yang memiliki akses ke data kesehatan mereka sendiri.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: