Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Akankah Proyek Jalur Sutra Digital China Jadi Akhir Monopoli Teknologi AS?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Minggu, 25 April 2021, 07:52 WIB
Akankah Proyek Jalur Sutra Digital China Jadi Akhir Monopoli Teknologi AS?
Peta Jalur Sutra Digital China/Net
RMOL. China telah muncul dengan berbagai mega proyek strategis. Selain Belt and Road Initiatives (BRI), China juga memiliki Digital Silk Road (DSR), atau Jalur Sutra Digital.

DSR memiliki fokus untuk mengembangkan teknologi negara-negara berkembang di dunia, dengan menyediakan layanan digital mutakhir.

Proyek tersebut adalah jaringan kabel bawah laut sepanjang 15 km yang dirancang untuk menyatukan Asia, Afrika, dan Eropa.

China sendiri akan mengakan KTT Digital ke-4 di Fuzhou pada Minggu (25/4) dan Senin (26/4) untuk mempromosikan kerja sama global di bidang tata kelola elektronik, ekonomi digital, dan proyek DSR.

Pengamat Asia Pasifik yang berbasis di Beijing, Thomas Weir Pauken II menyebut proyek DSR akan meningkatkan ketegangan antara China dan Amerika Serikat (AS).

Bahkan hubungan keduanya memburuk dikarenakan ambisi teknologi China. Pada Maret, AS di bawah pemerintahan Donald Trump, membatasi perusahaannya untuk memasok barang ke Huawei Technologies Co. Ltd.

Kemudian awal bulan ini, pemerintahan Presiden Joe Biden menambahkan tiga perusahaan dan empat cabang National Supercomputing Center China ke dalam daftar hitam.

"Pertempuran antara perusahaan teknologi tinggi AS dan China, dulu, sedang dan yang akan datang sengit," kata Pauken, seperti dikutip Sputnik.

"Saat ini, perusahaan Silicon Valley California adalah donor utama Partai Demokrat dan perbendaharaan kampanye Biden, jadi ini menjelaskan mengapa Biden terus bertindak seperti Trump dan (mantan Menteri Luar Negeri) Pompeo dengan mengambil sikap tegas terhadap Beijing," tambahnya.

Menurut Pauken, AS menggunakan "hak asasi manusia" untuk menjatuhkan sanksi ekonomi pada perusahaan teknologi China sebagai upaya untuk menggagalkan kebangkitan industri negeri tirai bambu itu.

"Pemerintah asing yang melarang sejumlah perusahaan teknologi China yang terkait dengan masalah Xinjiang adalah kasus sederhana untuk menghentikan saingan bisnis sambil menggunakan taktik pengalihan untuk menipu publik," jelasnya.

Menurut Pauken, dominasi teknologi AS telah memudar, khususnya setelah mantan CEO Apple Steve Jobs meninggal dunia.

"Sektor teknologi tinggi AS mencapai puncaknya ketika mantan CEO Apple Steve Jobs masih hidup, tetapi sejak kematiannya, perusahaan teknologi tinggi AS kehilangan ketajaman dan semangat mereka untuk mengejar inovasi," kata Pauken.

Alih-alih membesarkan perusahaan, Pauken menyebut, Big Tech AS lebih tertarik untuk mengumpulkan kekayaan dan pengaruh politik.

Sementara pesaing mereka, Big Tech China, berupaya untuk melampaui monopoli AS. Bahkan mereka mendapatkan sokongan dari pemerintah dengan Kemitraan Pemerintah-Swasta.

Kemitraan tersebut menyatukan pejabat, akademisi, warga akar rumput, investor, dan perusahaan swasta untuk mempromosikan "budaya inovasi" dan mendorong sains dalam negeri dan sektor teknologi tinggi.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA