Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tak Terima Disebut Otoriter, China: Australia Yang Sakit, Negara Lain Yang Disuruh Minum Obat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Rabu, 28 April 2021, 11:20 WIB
Tak Terima Disebut Otoriter, China: Australia Yang Sakit, Negara Lain Yang Disuruh Minum Obat
Wang Wenbin, juru bicara Kementerian Luar Negeri China/Net
rmol news logo Ketegangan dan tensi tinggi antara Australia dan China belum menunjukkan tanda-tanda kapan akan mereda. Belakangan hubungan kedua negara bahkan semakin memburuk, terbaru dengan langkah Canberra yang membatalkan perjanjian Belt and Road yang ditandatangani China dan negara bagian Victoria.

Di tengah situasi panas, muncul statement dari pemerintah China yang isinya menyalahkan Australia atas situasi saat ini. Beijing bahkan mengatakan bahwa negara yang dipimpin Scott Morrison itu sedang 'sakit'.

"Kesulitan yang dihadapi oleh hubungan China-Australia berakar pada campur tangan Australia dalam urusan internal China, yang menimbulkan kerugian pada kepentingan China, dan diskriminasi perdagangan terhadap China," kata Wang Wenbin, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, seperti dikutip dari Global Times, Rabu (27/4).

Wang mencatat bahwa Australia telah menggambarkan China sebagai negara "otoriter", dan telah memimpin dalam melarang perusahaan China berpartisipasi dalam peluncuran jaringan 5G Australia dengan alasan yang tidak berdasar dan berulang kali memblokir perusahaan China untuk berinvestasi di Australia dengan kedok keamanan nasionalnya.

"Australia sakit, namun meminta orang lain untuk minum obat, yang tidak akan menyelesaikan masalah sama sekali," kata Wang.

China berharap Australia akan memperlakukan perkembangan negara adidaya yang sedang tumbuh secara obyektif dan rasional serta mempromosikan kerja sama antara kedua negara, tambahnya.

Kritik terbaru China terhadap Australia muncul di tengah peringatan oleh tokoh-tokoh Pemerintah Federal tentang kekuatan militer dan ekonomi Beijing.

Salah satu pejabat tinggi keamanan nasional Pemerintah Federal pada Selasa memperingatkan bahwa 'genderang perang' sedang berdetak.

Sekretaris Departemen Dalam Negeri Mike Pezzullo mengatakan Australia harus bekerja untuk mengurangi risiko perang 'tetapi tidak dengan mengorbankan kebebasan kita yang berharga'.

Awal pekan ini, Menteri Pertahanan Peter Dutton memperingatkan bahwa China sedang memiliterisasi pelabuhan di wilayah tersebut.

"Kami perlu menyadari bahwa wilayah kami sedang berubah," kata Dutton pada hari Minggu.

"China memiliterisasi pelabuhan di seluruh wilayah kami. Kami perlu menangani semua itu, dan itulah yang menjadi fokus kami sekarang."

Komentar tersebut menyusul keputusan kontroversial Menteri Luar Negeri Marise Payne untuk membatalkan perjanjian infrastruktur kontroversial Victoria dengan Beijing terkait dengan inisiatif Sabuk dan Jalan China.

Sementara, PM Morrison akan mengumumkan peningkatan besar-besaran ke pangkalan militer di Top End hari ini sebagai sinyal ke China.

Morrison akan mengungkap paket pengeluaran 747 juta dolar Australia untuk empat basis pelatihan utama selama kunjungannya ke Northern Territory. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA