Bukan hanya diakibatkan oleh pandemi Covid-19, krisis yang dialami Myanmar juga semakin pelik dengan adanya kekacauan pasca kudeta militer.
Dalam laporan yang dirilis pada Jumat (30/4), UNDP mengatakan krisis ganda tersebut mendorong jutaan orang jatuh ke dalam kemiskinan.
"Covid-19 dan krisis politik yang sedang berlangsung menambah guncangan yang mendorong mereka yang paling rentan kembali dan semakin dalam ke dalam kemiskinan," ujar Asisten Sekretaris Jenderal PBB dan Direktur Regional UNDP untuk Asia dan Pasifik, Kanni Wignaraja.
"Pencapaian pembangunan yang dicapai selama satu dekade transisi demokrasi, betapapun tidak sempurnanya, akan terhapus dalam hitungan bulan," tambahnya.
Menurut UNDP, Myanmar akan mengalami kemunduran seperti tahun 2005, ketika di bawah kekuasaan militer dan separuh penduduk miskin.
Data UNDP menunjukkan, pada akhir tahun lalu, rata-rata 83 persen rumah tangga melaporkan pemotongan pendapatan hampir setengahnya karena pandemi.
Jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan diperkirakan meningkat 11 persen karena efek sosio-ekonomi pandemi.
Di sisi lain, situasi keamanan juga memburuk, ancaman terhadap keamanan hak asasi manusia dan pembangunan dapat meningkatkan angka kemiskinan hingga 12 persen pada awal tahun depan.
Laporan tersebut mengatakan perempuan dan anak-anak akan menanggung beban terberat dari krisis.
"Separuh dari semua anak di Myanmar bisa hidup dalam kemiskinan dalam satu tahun," kata Wignaraja.
“Seperti yang dinyatakan oleh Sekjen PBB, skala krisis membutuhkan tanggapan internasional yang mendesak dan terpadu,†pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: