Protes sendiri dikoordinasikan oleh komunitas ekspatriat di seluruh dunia. Penyelenggara menyebutnya sebagai "revolusi musim semi global Myanmar".
"Guncang dunia dengan suara persatuan rakyat Myanmar," kata penyelenggara dalam sebuah pernyataan yang dikutip
Reuters.
Sejauh ini, tidak ada laporan langsung tentang kekerasan pada aksi protes.
Protes terjadi di tengah pertempuran antara pasukan keamanan dengan pemberontak etnis sipil di perbatasan utara dan timur Myanmar.
Di sejumlah daerah, warga sipil dengan senjata darurat bertempur dengan pasukan keamanan. Sementara serangan roket dan gelombang ledakan terus bermunculan.
Pada Sabtu malam (1/5), setidaknya terdapat 11 ledakan yang terjadi selama 36 jam sebelumya, sebagian besar di Yangon.
Tidak ada klaim tanggung jawab, dan tidak ada laporan korban maupun kerugian.
Media Khit Thit melaporkan ledakan di luar barak polisi di Yangon pada Minggu pagi. Kendaraan terbakar, tetapi tidak memberikan informasi tentang korban.
Kemudian, dilaporkan ada ledakan lain yang masih berada di Yangon. Menurut sebuah portal berita, ledakan terjadi di luar rumah seorang pengusaha terkemuka.
Akibat dari konflik bersenjata, PBB memperkirakan jutaan orang Myanmar akan mengungsi, sementara yang lainnya hidup dalam kemiskinan dan minimnya keamanan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: