"Kami mendorong China, sebagai kekuatan utama dan ekonomi dengan kemampuan teknologi canggih, untuk berpartisipasi secara konstruktif dalam sistem internasional berbasis aturan," kata pernyataan itu, yang secara khusus menjelaskan perlakuan Beijing terhadap Muslim Uighur, seperti dikutip dari
Japan Times, Jumat (7/5).
“Kami terus sangat prihatin tentang kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang dan di Tibet. Terutama penargetan Uighur, anggota kelompok etnis dan agama minoritas lainnya, dan keberadaan jaringan kamp 'pendidikan ulang politik' berskala besar, ​​dan laporan sistem kerja paksa dan sterilisasi paksa," kata para menteri setelah dua hari pembicaraan di London.
Selain China, dokumen tersebut juga membidik tindakan Rusia yang dianggap 'merusak sistem demokrasi negara lain, aktivitas dunia maya yang berbahaya, dan penggunaan disinformasi'.
G7 juga memperbarui seruan kepada Rusia untuk menyelidiki dugaan penggunaan senjata kimia dalam meracuni Alexey Navalny.
Pernyataan itu juga menyentuh Belarus dan krisis politik dan hak asasi manusia di sana pasca pemilihan presiden Agustus 2020 yang dianggap curang.
Selain itu, mereka juga mengutuk kudeta di Myanmar, dan menegaskan kembali komitmen untuk mencapai pemulihan penuh kesepakatan nuklir 2015 dengan Iran.
Ini juga secara tegas mendukung partisipasi berarti di Taiwan dalam Forum Organisasi Kesehatan Dunia.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: